Jakarta – Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,37% pada bulan Mei 2025, melanjutkan tren deflasi yang juga terjadi di Januari dan Februari tahun yang sama. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Para ekonom menilai deflasi ini sebagai indikasi masyarakat cenderung menahan diri untuk berbelanja, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2025. Konsumsi rumah tangga yang lesu menjadi perhatian utama karena mencerminkan tantangan yang lebih besar bagi perekonomian.
Salah satu akar masalah yang diidentifikasi adalah minimnya penciptaan lapangan kerja, yang berdampak pada pendapatan masyarakat secara keseluruhan. Peningkatan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) memaksa masyarakat untuk lebih berhemat dan menggunakan tabungan untuk kebutuhan mendesak, bukan untuk konsumsi.
Pemerintah didorong untuk segera mengambil tindakan, mengingat penurunan kinerja di sektor-sektor utama yang sebelumnya menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, seperti akomodasi, makanan dan minuman, serta pariwisata. Efisiensi anggaran pemerintah disinyalir turut berkontribusi pada penurunan pendapatan di sektor swasta.
Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sejak awal tahun hingga Maret 2025, hampir 74 ribu orang berhenti menjadi peserta karena PHK. Bahkan di sepanjang tahun 2024, jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan yang berhenti karena alasan serupa mencapai lebih dari 257 ribu orang. Kondisi ini semakin mempertegas urgensi bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis guna mengatasi tantangan ekonomi yang ada.