Teheran diperkirakan akan secara resmi menolak proposal terbaru dari Amerika Serikat terkait penyelesaian sengketa program nuklirnya yang sudah berlangsung lama. Seorang diplomat senior Iran menyatakan proposal tersebut tidak dapat diterima karena dinilai tidak sesuai dengan kepentingan Iran dan gagal menunjukkan perubahan sikap Washington terkait pengayaan uranium.
"Iran sedang mempersiapkan tanggapan negatif terhadap proposal AS, yang bisa diartikan sebagai penolakan," ungkap diplomat tersebut. Proposal dari Washington itu disampaikan melalui Menteri Luar Negeri Oman, yang bertindak sebagai mediator antara Iran dan AS.
Proposal nuklir ini menyusul serangkaian pembicaraan antara pejabat tinggi Iran dan perwakilan Presiden AS. Namun, sejumlah isu krusial masih belum terselesaikan. Iran dengan tegas menolak permintaan AS untuk menghentikan program pengayaan uraniumnya dan menolak mengirim seluruh persediaan uranium yang telah diperkaya ke luar negeri, yang dianggap sebagai bahan baku potensial untuk senjata nuklir.
"Dalam proposal ini, posisi AS terkait pengayaan uranium di wilayah Iran tidak berubah, dan tidak ada kejelasan mengenai pencabutan sanksi," kata diplomat Iran tersebut.
Iran menuntut pencabutan segera semua sanksi yang diberlakukan oleh AS, yang berdampak signifikan pada ekonomi nasional Iran yang bergantung pada minyak. Namun, AS hanya bersedia mencabut sanksi terkait nuklir secara bertahap. Sejak 2018, banyak lembaga penting dalam perekonomian Iran, termasuk bank sentral dan perusahaan minyak nasional, telah masuk daftar hitam sanksi AS atas tuduhan mendukung terorisme dan proliferasi senjata.
Kebijakan "tekanan maksimum" telah ditingkatkan sejak Presiden AS kembali menjabat, termasuk pengetatan sanksi dan ancaman tindakan militer jika negosiasi gagal mencapai kesepakatan. Selama masa jabatan pertamanya, Presiden AS menarik negaranya keluar dari perjanjian nuklir 2015 dan memberlakukan kembali sanksi yang melumpuhkan ekonomi Iran. Sebagai tanggapan, Iran meningkatkan pengayaan uranium secara signifikan, melampaui batas kesepakatan.
Menurut penilaian Komite Negosiasi Nuklir Iran, proposal AS dianggap "sepenuhnya sepihak" dan tidak memenuhi kepentingan nasional Iran. "Teheran melihat proposal ini sebagai upaya sepihak untuk memaksakan kesepakatan yang merugikan melalui tuntutan yang berlebihan," tegas diplomat tersebut.
Kebuntuan dalam negosiasi ini memperburuk ketegangan di Timur Tengah. Pemerintah AS menekankan bahwa tujuannya adalah untuk membatasi potensi Iran mengembangkan senjata nuklir yang dapat memicu perlombaan senjata dan membahayakan keamanan sekutu, terutama Israel, yang menganggap program nuklir Iran sebagai ancaman eksistensial.
Sementara itu, para pemimpin Iran bersikeras bahwa program nuklir mereka sepenuhnya damai dan digunakan untuk keperluan energi dan penelitian medis. Meskipun demikian, Iran menyatakan kesediaannya untuk menerima pembatasan tertentu dalam program pengayaan, asalkan ada jaminan mutlak bahwa Washington tidak akan kembali mengingkari perjanjian seperti yang terjadi di masa lalu.
Teheran dapat mempertimbangkan penghentian sementara pengayaan uranium jika AS bersedia membebaskan dana Iran yang dibekukan dan mengakui hak Iran atas pengayaan uranium untuk tujuan sipil sebagai bagian dari kesepakatan politik menuju perjanjian yang lebih luas.
Pejabat tinggi Iran juga menyinggung kemungkinan serangan Israel. "Saya tidak berpikir Israel akan melakukan kesalahan besar dengan menyerang Iran," ujarnya. Tekanan juga datang dari negara-negara regional. Menteri Pertahanan Arab Saudi mengirim pesan tegas kepada Teheran agar mempertimbangkan dengan serius tawaran AS untuk menghindari risiko konflik militer dengan Israel.
Di sisi lain, pengaruh regional Iran kini menurun, seiring dengan kemunduran militer kelompok poros perlawanan (Axis of Resistance) yang selama ini menjadi sekutu Iran.