Penelitian terbaru mengungkap bahwa diet rendah kalori dapat memicu depresi, terutama pada pria. Pembatasan makan ekstrem, alih-alih menyehatkan, justru berpotensi memperburuk kesehatan mental.
Studi yang dipublikasikan dalam BMJ Nutrition Prevention and Health menyoroti adanya korelasi antara diet rendah kalori dengan peningkatan risiko gejala depresi. Sebaliknya, pola makan sehat yang kaya buah, sayur, biji-bijian utuh, kacang-kacangan, protein tanpa lemak, dan ikan justru menurunkan risiko depresi. Sementara itu, konsumsi makanan olahan, karbohidrat olahan, lemak jenuh, daging olahan, dan permen dikaitkan dengan risiko depresi yang lebih tinggi.
Penelitian ini melibatkan lebih dari 28.500 orang dewasa Amerika yang mengisi kuesioner PHQ-9 untuk menilai tingkat keparahan gejala depresi. Hasilnya, sekitar 8% responden melaporkan gejala depresi. Sebagian besar peserta (87%) tidak menjalani diet khusus, sementara sebagian kecil lainnya mengikuti diet ketat kalori (8%), diet ketat nutrisi (3%), atau pola makan terencana (2%).
Menariknya, pria cenderung lebih sedikit menjalani diet dibandingkan wanita. Pembatasan kalori paling umum dilakukan oleh peserta yang mengalami obesitas (12%) dan kelebihan berat badan (8%).
Hasil analisis menunjukkan bahwa skor PHQ-9 peserta yang menjalani diet pembatasan kalori lebih tinggi 0,29 poin dibandingkan mereka yang tidak menjalani diet apapun. Skor ini semakin tinggi pada peserta yang kelebihan berat badan dan mengikuti diet ketat kalori (0,46 poin), serta pada peserta yang menjalani diet ketat nutrisi (0,61 poin).
Diet yang membatasi kalori juga berkaitan dengan skor gejala kognitif-afektif yang lebih tinggi, yang mengukur hubungan antara pikiran dan perasaan. Sementara itu, diet yang membatasi nutrisi berhubungan dengan skor gejala somatik yang lebih tinggi, yaitu tekanan dan kecemasan berlebihan terhadap gejala fisik.
Perbedaan jenis kelamin juga terlihat dalam hasil penelitian ini. Diet yang membatasi nutrisi dikaitkan dengan skor gejala kognitif-afektif yang lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Selain itu, ketiga jenis diet (pembatasan kalori, nutrisi, dan pola makan terencana) dikaitkan dengan skor gejala somatik yang lebih tinggi pada pria.
Temuan ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa diet rendah kalori dapat memperbaiki gejala depresi. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa penelitian sebelumnya menggunakan uji coba terkontrol secara acak di mana peserta mengikuti diet yang dirancang dengan cermat untuk memastikan asupan nutrisi yang seimbang.
Sebaliknya, diet ketat kalori dan obesitas dalam kehidupan nyata sering kali mengakibatkan kekurangan nutrisi dan memicu stres fisiologis, yang dapat memperburuk gejala depresi. Kemungkinan lainnya adalah kegagalan menurunkan berat badan atau siklus berat badan (menurunkan berat badan lalu menambahnya lagi).
Perbedaan gender mungkin disebabkan oleh faktor seperti glukosa dan asam lemak omega-3 yang penting untuk kesehatan otak. Diet rendah karbohidrat, glukosa, atau lemak omega-3 secara teoritis dapat memperburuk fungsi otak dan memperburuk gejala kognitif-afektif, terutama pada pria dengan kebutuhan nutrisi yang lebih besar.
Meskipun demikian, perlu penelitian lebih lanjut yang dirancang dengan baik untuk memvalidasi temuan ini dan memahami mekanisme yang mendasarinya. Penelitian di masa depan harus secara akurat menangkap asupan makanan dan meminimalkan dampak faktor-faktor pengganggu.