Amerika Serikat (AS) sekali lagi menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB (DK PBB) untuk menghalangi rancangan resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera dan permanen antara Israel dan Hamas di Gaza. AS bersikeras bahwa Hamas harus meletakkan senjata dan meninggalkan Gaza.
Ini adalah kali kelima AS memveto resolusi terkait gencatan senjata di Gaza. Sebelumnya, AS berpendapat bahwa gencatan senjata harus terkait dengan pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas.
Duta Besar AS untuk PBB, Dorothy Shea, menyatakan bahwa AS tidak akan mendukung tindakan apa pun yang tidak mengutuk Hamas atau menyerukan pelucutan senjata kelompok tersebut. Veto ini merupakan tindakan pertama AS sejak pemerintahan Presiden Donald Trump dimulai.
AS berdalih bahwa resolusi tersebut akan merusak upaya yang dipimpin AS untuk menengahi gencatan senjata. AS dikenal sebagai sekutu utama dan pemasok senjata terbesar bagi Israel.
Empat belas negara anggota DK PBB lainnya mendukung rancangan resolusi tersebut, mengingat krisis kemanusiaan yang parah di Gaza, di mana lebih dari 2 juta orang menderita kelaparan. Bantuan kemanusiaan baru mulai mengalir setelah Israel mencabut blokade selama 11 minggu bulan lalu.
Pemungutan suara DK PBB dilakukan di tengah serangan berkelanjutan Israel di Gaza, setelah berakhirnya gencatan senjata selama dua bulan pada bulan Maret. Otoritas kesehatan Gaza melaporkan bahwa serangan Israel telah menewaskan puluhan orang.
Menanggapi veto AS, Hamas mengecam tindakan tersebut sebagai cerminan "bias buta" pemerintah AS terhadap Israel. Rancangan resolusi DK PBB juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera yang ditahan oleh Hamas.
Duta Besar Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, mengkritik keputusan Israel untuk memperluas operasi militernya di Gaza dan membatasi bantuan kemanusiaan sebagai tindakan yang "tidak dapat dibenarkan, tidak proporsional, dan kontraproduktif."
Israel menolak seruan untuk gencatan senjata tanpa syarat atau permanen, dengan alasan bahwa Hamas tidak dapat tetap berada di Gaza. Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, mengatakan bahwa anggota dewan yang mendukung rancangan tersebut memilih "penyerahan" yang tidak mengarah pada perdamaian, melainkan pada lebih banyak teror.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menegaskan bahwa AS akan terus mendukung Israel di PBB dan tidak akan mendukung teks apa pun yang "menyamakan Israel dan Hamas, atau mengabaikan hak Israel untuk membela diri."