Pasar Keuangan Indonesia Bergejolak: Antara Harapan IHSG dan Tekanan Rupiah

Pasar keuangan Indonesia menunjukkan dinamika yang kontras. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu mencatatkan kinerja positif, sementara nilai tukar rupiah justru mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Sektor saham konglomerasi menjadi penopang utama IHSG, di tengah tekanan yang dialami oleh saham perbankan berkapitalisasi besar.

Pergerakan IHSG dan rupiah diperkirakan akan terus fluktuatif, meskipun pekan ini hanya ada empat hari perdagangan. Sentimen pasar akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam maupun luar negeri.

Pada perdagangan sebelumnya, IHSG ditutup menguat 1,15% ke level 6.441,68, melanjutkan tren positif selama empat hari berturut-turut. Sektor energi mencatatkan kenaikan tertinggi, didorong oleh saham emiten batu bara milik konglomerat Low Tuck Kwong, PT Bayan Resources (BYAN). Selain itu, saham-saham blue chip seperti BBCA, BREN, TPIA, dan TLKM juga turut memberikan kontribusi signifikan.

Namun, sentimen global terkait perang dagang antara Amerika Serikat dan China masih menjadi perhatian utama. Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menunda kenaikan tarif barang elektronik memberikan sedikit angin segar, tetapi ketidakpastian tetap membayangi.

Sementara itu, rupiah melemah 0,24% ke level Rp16.810 per dolar AS, berbanding terbalik dengan penguatan pada hari sebelumnya. Pelemahan ini terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS.

Pasar obligasi Indonesia menunjukkan sinyal positif, dengan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun yang melemah, menandakan minat investor terhadap Surat Berharga Negara (SBN).

Di sisi lain, bursa saham AS, Wall Street, berakhir di zona merah akibat kekhawatiran terhadap ketidakpastian tarif. Data kuartalan dari beberapa bank besar memberikan dukungan, tetapi peringatan tentang risiko belanja konsumen AS akibat kebijakan perdagangan Trump memicu kewaspadaan.

Pekan ini, pasar keuangan Indonesia akan diwarnai oleh sejumlah sentimen penting, termasuk potensi aksi taking profit menjelang libur panjang, sentimen negatif dari Wall Street, serta data ekonomi Indonesia yang menunjukkan tren pelemahan, seperti penjualan mobil dan indeks keyakinan konsumen.

Fokus Negosiasi Kabinet Prabowo di AS

Presiden Prabowo Subianto mengirimkan tim negosiasi yang terdiri dari sejumlah menteri untuk membahas tarif dagang yang dikenakan AS kepada Indonesia. Negosiasi dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump dijadwalkan berlangsung pada 16-23 April 2025.

Tim negosiasi akan membahas berbagai isu, termasuk Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), pengurangan PPN dan PPh impor, serta potensi investasi perusahaan BUMN di AS. Pemerintah Indonesia juga menjanjikan tambahan impor dari AS sebesar US$18-19 miliar.

Oleh-Oleh dari Kunjungan Kerja Prabowo

Presiden Prabowo Subianto membawa sejumlah kesepakatan ekonomi dari kunjungan kerjanya ke beberapa negara, termasuk kesepakatan pengembangan kendaraan tempur dengan Turki, komitmen investasi Rp33 triliun dari Qatar, serta potensi pasokan bahan baku pupuk murah dari Yordania.

Konsumsi dan Penjualan yang Tertekan

Kepercayaan konsumen di Indonesia mengalami penurunan di tengah momen Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, menjadi sinyal negatif bagi ekonomi. Penjualan mobil juga menunjukkan tren penurunan akibat lesunya daya beli masyarakat dan kekhawatiran atas ketidakpastian terhadap Opsen Pajak.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan penjualan ritel akan menurun pada periode Februari 2025. Selain itu, China akan merilis data Produk Domestik Bruto (PDB) periode kuartal I 2025, yang diperkirakan melambat. Produksi rokok Indonesia juga mengalami penurunan pada Maret 2025.

Agenda dan Indikator Ekonomi

Sejumlah agenda ekonomi dalam dan luar negeri akan menjadi perhatian pelaku pasar, termasuk rilis data penjualan ritel Indonesia Februari 2025 dan Produk Domestik Bruto (PDB) China periode kuartal I 2025.

Scroll to Top