Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menetapkan MTR, mantan Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI periode 2020-2023, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Studio LPP TVRI Kepulauan Riau tahun 2022. Penetapan ini diumumkan pada hari Selasa, 10 Juni 2025.
"Tersangka yang ditahan adalah MTR, yang menjabat sebagai Direktur Utama LPP TVRI dari tahun 2020 hingga Juni 2023," ujar Kajati Kepri, Teguh Subroto.
MTR menjadi tersangka keempat dalam kasus ini. Sebelumnya, pada 10 Desember 2024, Kejati Kepri telah menetapkan tiga tersangka lainnya, yaitu HT (Direktur PT Timba Ria Jaya), AT (pihak swasta yang terlibat dalam proyek menggunakan bendera PT Daffa Cakra Mulia sebagai konsultan perencana dan PT Bahana Nusantara sebagai konsultan pengawas), serta DO (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK dalam proyek pembangunan studio tersebut).
Menurut Teguh, MTR bersama tersangka lain diduga menyalahgunakan wewenang, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp9,08 miliar. Kerugian ini didasarkan pada hasil investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
MTR dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor juncto UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka MTR akan ditahan selama 20 hari ke depan, mulai dari tanggal 10 Juni hingga 29 Juni 2025, di Rumah Tahanan Kelas 1 Tanjungpinang. Penahanan dilakukan karena dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Kasus ini bermula dari proyek pembangunan studio yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 dengan anggaran sebesar Rp10 miliar. Nilai kontrak awal proyek adalah Rp9,66 miliar, yang kemudian berubah menjadi hampir Rp10 miliar akibat perubahan pekerjaan (Contract Change Order/CCO).
Ruang lingkup pekerjaan meliputi pembangunan lantai 1 dan 2, rangka dan penutup atap, serta pekerjaan lanskap. Dalam pelaksanaannya, ditemukan berbagai penyimpangan, termasuk pekerjaan yang dilaporkan selesai 100 persen namun tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak. Diduga, terjadi rekayasa demi pencairan anggaran secara penuh.
Penyidik telah menyita dan menerima pengembalian kerugian negara sebesar SGD 45.000 (sekitar Rp527 juta) yang disetorkan oleh tersangka HT (Direktur PT Tamba Ria Jaya).
Berkas perkara ketiga tersangka sebelumnya telah dinyatakan lengkap (P-21) dan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, dan saat ini tengah dalam proses persidangan.