Kabupaten Blora terus berupaya menekan angka kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui berbagai upaya preventif. Dinas Kesehatan Daerah (Dinkesda) Blora mencatat, hingga April 2025, terdapat 90 kasus DBD di wilayahnya. Angka ini menunjukkan penurunan drastis dibandingkan Desember 2024 yang mencapai 267 kasus.
Sebagai langkah antisipasi, Dinkesda Blora aktif mensosialisasikan Gerakan Satu Rumah Satu Jumatik (GIRIJ) di berbagai kecamatan. Hingga kini, sudah 10 kecamatan yang menjadi sasaran sosialisasi ini. GIRIJ bertujuan mengajak masyarakat untuk proaktif memantau dan memberantas jentik nyamuk di lingkungan rumah masing-masing.
Menurut Dinkesda Blora, kasus DBD di wilayahnya memang kerap tinggi. Karena itu, sosialisasi GIRIJ digencarkan karena dinilai lebih efektif dalam memberantas sarang nyamuk. Langkah ini juga sebagai persiapan menghadapi musim penghujan yang diperkirakan tiba pada September, di mana kasus DBD biasanya meningkat.
Masyarakat seringkali beranggapan fogging adalah solusi utama memberantas nyamuk DBD. Padahal, penggunaan insektisida dalam fogging dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan. GIRIJ menekankan pentingnya memantau jentik sejak dini, karena pemberantasan akan lebih mudah jika nyamuk Aedes Aegypti masih dalam fase jentik.
Diharapkan, setiap rumah tangga dapat menunjuk satu orang sebagai Jumantik (juru pemantau jentik) yang bertugas melaporkan hasil pemantauan secara berjenjang, mulai dari tingkat bawah hingga ke puskesmas dan Dinkesda. Jika suatu wilayah telah dinyatakan bebas jentik di atas 95%, namun masih terdapat kasus DBD, barulah fogging akan dilakukan sebagai langkah terakhir.
Dinkesda Blora menegaskan, peran serta masyarakat dalam pemberantasan jentik sangat krusial. Angka bebas jentik di atas 95% menjadi dasar utama sebelum dilakukan fogging. Hingga April 2025, Kecamatan Randublatung mencatat 5 kasus DBD, namun tidak ada laporan kematian akibat penyakit ini.