PARIS, KOMPAS.TV – Aktivis iklim terkemuka, Greta Thunberg, mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari petugas Israel setelah ditahan di perairan internasional. Bersama sebelas relawan lainnya, Thunberg mencoba menembus blokade Israel terhadap Gaza melalui kapal Madleen.
Menurut seorang dokter asal Prancis yang turut serta dalam misi tersebut, petugas Israel melakukan penghinaan dan melarang para relawan untuk beristirahat. Ketika ada yang mencoba tidur, petugas dengan sengaja menaikkan volume musik dan menari. Meskipun tidak ada kekerasan fisik, tindakan ini dianggap sebagai bentuk penganiayaan.
Kapal Madleen, bagian dari Freedom Flotilla Coalition, berangkat dari Italia pada 1 Juni dengan tujuan membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza. Namun, Angkatan Laut Israel membajak kapal tersebut sekitar 200 km dari pantai Gaza pada 9 Juni dan menahan seluruh kru.
Thunberg dan tiga relawan lainnya setuju menandatangani dokumen deportasi dan kembali ke negara asal mereka pada 10 Juni. Sementara itu, delapan relawan lainnya, termasuk seorang Anggota Parlemen Eropa dari Prancis, masih ditahan dan menunggu proses pengadilan di Israel.
Dalam sebuah video yang diunggah sebelum dideportasi, Thunberg mengecam tindakan Israel sebagai "penculikan" dan menyerukan pemerintah Swedia untuk menekan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Ia menekankan bahwa pelayaran tersebut adalah bentuk protes damai terhadap blokade Israel atas Gaza dan krisis kemanusiaan yang semakin parah di wilayah tersebut.
Pemerintah Israel mengklaim bahwa misi tersebut melanggar blokade laut mereka dan menyebutnya sebagai aksi publisitas semata. Mereka juga mencap kapal Madleen sebagai "kapal pesiar swafoto".
Freedom Flotilla Coalition mengecam tindakan Israel sebagai ilegal dan melanggar hukum internasional. Mereka menegaskan bahwa Israel tidak memiliki hak hukum untuk menahan para relawan internasional tersebut. Organisasi ini juga menuntut pembebasan segera para relawan yang masih ditahan, dengan alasan bahwa penahanan mereka sewenang-wenang dan melanggar perintah Mahkamah Internasional (ICJ) yang mengharuskan akses kemanusiaan tanpa hambatan menuju Gaza.