Bulan, satelit alami Bumi, ternyata menyimpan potensi kekayaan luar biasa. Nilainya diperkirakan mencapai lebih dari US$1 triliun atau setara dengan Rp 16.200 triliun dan siap untuk dieksploitasi.
Sebuah studi mengungkapkan bahwa ribuan kawah di permukaan Bulan, tepatnya sekitar 6.500 dari total 1.300 kawah, terbentuk akibat tumbukan asteroid yang kaya akan platinum.
Namun, daya tarik Bulan bukan hanya terletak pada jumlah kekayaan yang tersembunyi. Para peneliti berpendapat bahwa penambangan bijih di Bulan dapat menjadi katalisator bagi eksplorasi ruang angkasa yang lebih luas.
Saat ini, pendanaan untuk penelitian luar angkasa sebagian besar berasal dari anggaran negara. Dengan memonetisasi sumber daya luar angkasa, investasi dari sektor swasta dapat tertarik.
"Aplikasi praktis eksplorasi ruang angkasa masih terbatas dan bergantung pada dana dari pembayar pajak, yang berarti pendanaan sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah," ungkap seorang peneliti.
"Jika kita mampu menghasilkan keuntungan dari sumber daya luar angkasa, baik di Bulan maupun asteroid, perusahaan swasta akan bersedia berinvestasi dalam eksplorasi tata surya," tambahnya.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah penambangan di Bulan untuk tujuan komersial adalah tindakan yang legal? Saat ini, satu-satunya landasan hukum yang relevan adalah Perjanjian Luar Angkasa tahun 1967, yang melarang negara manapun untuk mengklaim kepemilikan atas benda-benda langit, termasuk Bulan.
Meskipun demikian, para ahli hukum melihat adanya celah dalam perjanjian tersebut. Pemerintah masih berpotensi untuk mengklaim hak lisensi untuk kegiatan ekstraksi sumber daya di Bulan.
Sebagai panduan, NASA telah menerbitkan Artemis Accords, sebuah kerangka kerja sukarela untuk eksplorasi ruang angkasa. Aturan ini tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan lebih bersifat simbolis.
Artemis Accords menetapkan bahwa semua badan antariksa, baik pemerintah maupun swasta, harus beroperasi dengan prinsip penemuan ilmiah, ekstraksi sumber daya yang bertanggung jawab, dan transparansi operasional. Kerangka kerja ini terinspirasi dari perjanjian tahun 1967.