Anggota Komisi I DPR RI menyoroti penahanan dua WNI di Amerika Serikat sebagai indikasi lemahnya sistem perlindungan dan pengawasan terhadap diaspora Indonesia. Ia menekankan perlunya peningkatan proteksi bagi WNI yang berada di luar negeri.
Perhatian pemerintah selama ini dinilai lebih fokus pada warga migran legal. Kasus penangkapan WNI menunjukkan bahwa diaspora yang menghadapi masalah, terutama yang bermigrasi secara nonformal, membutuhkan perhatian yang sama seriusnya.
Mitigasi dan deteksi dini terhadap status serta kondisi WNI di luar negeri menjadi krusial. Ketiadaan sistem data terpadu lintas kementerian mempersulit pelacakan dan pencegahan masalah. Pemerintah perlu lebih memperhatikan aspek administrasi dan status keimigrasian WNI, terutama dengan kebijakan imigrasi yang ketat di AS.
Kementerian Luar Negeri didorong untuk memberikan pendampingan kepada WNI yang ditahan, termasuk menyediakan hotline darurat, bantuan hukum, dan advokasi diplomatik. Negara harus proaktif mendeteksi daerah rawan serta menjalin kemitraan dengan organisasi HAM internasional dan komunitas diaspora Indonesia.
Layanan kedaruratan di luar negeri, terutama di negara dengan kebijakan imigrasi ekstrem seperti AS, perlu diperkuat. Proteksi diaspora Indonesia harus dibangun atas dasar sistem pengawasan dan pemberdayaan yang aktif dan berkelanjutan.
Selain itu, pemerintah didesak untuk segera mengisi posisi Duta Besar RI untuk AS yang telah lama kosong. Keberadaan Dubes dianggap penting untuk memimpin program-program dalam merespons kebijakan-kebijakan drastis yang berlaku.
Sebelumnya, dua WNI ditahan di Los Angeles bukan karena kerusuhan, melainkan terkait pelanggaran keimigrasian. Kementerian Luar Negeri menegaskan tidak ada WNI yang menjadi korban kerusuhan.