Jokowi Angkat Bicara Soal Polemik Izin Tambang Nikel Raja Ampat

Solo – Mantan Presiden RI, Joko Widodo, akhirnya memberikan tanggapannya terkait kontroversi perizinan tambang nikel di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Jokowi memilih untuk tidak memberikan jawaban yang mendalam ketika ditanya tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT GAG Nikel di Pulau Gag yang diterbitkan pada tahun 2017, saat dirinya menjabat sebagai Presiden dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan.

"Itu urusan kementerian. Masalah teknis. Izinnya sudah lama, perpanjangannya di kementerian," ujarnya singkat di kediamannya.

Mengenai dampak pencemaran lingkungan akibat aktivitas penambangan, Jokowi juga enggan berkomentar panjang. Ia mengaku belum melihat langsung kondisi lapangan.

Namun, ia menegaskan dukungannya untuk menghentikan aktivitas pertambangan jika terbukti merusak lingkungan. "Kalau mengganggu lingkungan, ya harus disetop. Kalau perlu dicabut, ya dicabut," tegasnya.

Sejarah perizinan tambang nikel di Pulau Gag memang cukup panjang. Menteri ESDM sebelumnya pernah menyampaikan bahwa PT GAG Nikel awalnya dikuasai oleh pihak asing.

Perusahaan tersebut mendapatkan kontrak karya di era Orde Baru, tepatnya pada masa akhir kepemimpinan Presiden Soeharto melalui kontrak karya generasi VII yang terbit pada tahun 1998. Saat itu, PT GAG dikuasai oleh Asia Pacific Nickel Pty. Ltd sebesar 75 persen, sementara sisanya dimiliki oleh PT Antam.

Meskipun sempat ada larangan penambangan di hutan lindung melalui UU Kehutanan, aturan tersebut kemudian direvisi pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. PT GAG menjadi salah satu dari 13 perusahaan pemilik kontrak karya yang mendapatkan pengecualian, sehingga diizinkan untuk melanjutkan kontrak karya yang sudah dimiliki.

IUP di Pulau Gag sendiri baru diterbitkan pada tahun 2017, dan kemudian diperpanjang pada tahun 2023.

Scroll to Top