LONDON – Misteri di balik serangkaian gempa bumi "gerak lambat" yang kerap menghantam Selandia Baru tampaknya mulai terkuak. Ilmuwan menduga keberadaan samudra tersembunyi yang bersemayam dua mil di bawah dasar laut menjadi kunci utama.
Penemuan ini mengarah pada kawasan vulkanik raksasa yang terbentuk sekitar 125 juta tahun lalu, hasil erupsi dahsyat yang memuntahkan lava lebih luas dari wilayah Amerika Serikat.
Teknologi sensor seismik 3D yang ditarik di belakang kapal mengungkap gambaran mengejutkan. Di sana, sedimen tebal berlapis mengelilingi gunung berapi purba yang terkubur, menyimpan kandungan air jauh melebihi perkiraan.
"Kerak samudra normal, setelah berumur sekitar tujuh atau 10 juta tahun, seharusnya memiliki kandungan air yang lebih rendah," jelas penelitian tersebut. Namun, kerak samudra yang dipindai ini 10 kali lebih tua, dengan kandungan air mencapai hampir setengah volumenya.
Selandia Baru dikenal dengan garis patahan tektonik yang sering menghasilkan gempa bumi gerak lambat, pelepasan energi gempa bumi yang terjadi perlahan selama berhari-hari atau berbulan-bulan, minim potensi bahaya.
Alasan mengapa fenomena ini lebih sering terjadi di beberapa patahan masih menjadi teka-teki. Namun, dugaan kuat mengarah pada peran air yang terkubur.
Penemuan area perairan baru di garis patahan yang memicu banyak peristiwa pergeseran ini dapat menjadi jawaban. "Kami belum bisa melihat cukup dalam untuk mengetahui dampak pastinya pada patahan, tetapi jumlah air yang mengalir ke bawah jauh lebih tinggi dari biasanya," ungkap peneliti.
Memahami bagaimana cadangan air memengaruhi peristiwa longsor, terutama dalam meredamnya, dapat memberikan pemahaman lebih baik tentang gempa bumi normal.
Tekanan air bawah tanah diyakini memainkan peran penting dalam menciptakan kondisi yang melepaskan tekanan tektonik melalui gempa bumi geser lambat. Untuk mengungkap misteri ini sepenuhnya, pengeboran lebih dalam untuk melacak keberadaan air tersebut menjadi langkah krusial.