Auckland City FC, tim asal Oseania, mencuri perhatian di FIFA Club World Cup 2025 meskipun menelan kekalahan telak 0-10 dari Bayern Munchen. Kehadiran mereka di turnamen ini terasa istimewa karena Auckland City adalah satu-satunya tim amatir yang berpartisipasi.
Di tengah gemerlap bintang-bintang sepak bola dunia, skuat Auckland City hadir dengan latar belakang yang berbeda. Para pemainnya tidak sepenuhnya berprofesi sebagai pemain sepak bola. Mereka adalah pekerja keras yang sehari-harinya mencari nafkah di berbagai bidang pekerjaan, mulai dari sales, agen properti, hingga operator forklift.
Kapten tim, Mario Ilich, menggambarkan perjuangan timnya untuk bisa bersaing di level tertinggi. Ia mengungkapkan bahwa para pemain Auckland City harus pintar-pintar membagi waktu antara pekerjaan dan latihan.
"Banyak orang tahu pemain profesional bekerja keras, tapi kami mencoba bersaing di level teratas sambil menjalani dua, bahkan tiga pekerjaan sekaligus," ujar Ilich.
Ilich sendiri bekerja sebagai sales di sebuah perusahaan minuman ternama. Ia harus mengatur jadwal latihannya di sela-sela kesibukan pekerjaannya.
"Hari saya dimulai sekitar pukul 5 pagi. Setelah itu saya ke gym selama satu jam sebelum sarapan dan berangkat ke kantor yang dimulai pukul 8."
"Saya berusaha menyelesaikan pekerjaan sebelum pukul 5 sore agar bisa tiba di tempat latihan. Kami akan menghabiskan waktu dua jam di lapangan dan kemudian saya tiba di rumah pukul 9 malam," jelas Ilich.
Meskipun kalah telak dari Bayern Munchen, keikutsertaan Auckland City di FIFA Club World Cup 2025 tetap menjadi pengalaman berharga. Mereka berhasil menembus turnamen ini setelah menjuarai Liga Champions Oseania, bahkan menjadi juara bertahan selama empat musim berturut-turut.
Kisah Auckland City adalah cermin semangat juang dan dedikasi. Mereka membuktikan bahwa mimpi besar bisa diraih, bahkan oleh mereka yang berstatus amatir.