Anggota DPR Kecam Pernyataan Fadli Zon Soal Pemerkosaan Mei 1998

Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, terkait kasus pemerkosaan massal Mei 1998. Menurutnya, pernyataan tersebut berpotensi menyakiti hati para korban yang selamat.

Selly menekankan pentingnya kehati-hatian dalam membahas peristiwa traumatik, terutama yang lukanya belum sepenuhnya sembuh. Ia mengingatkan bahwa pembentukan Komnas Perempuan pasca-reformasi menjadi bukti pengakuan negara atas kekerasan seksual yang terjadi selama kerusuhan Mei 1998. Kesaksian korban dan dokumentasi yang dilakukan berbagai pihak tidak bisa diabaikan begitu saja.

"Sejarah bangsa ini mencatat bahwa pascareformasi, negara melalui pembentukan Komnas Perempuan, telah mengakui adanya kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan, yang dialami oleh perempuan dalam situasi kerusuhan Mei 1998," Ujar Selly.

PDIP, tempat Selly bernaung, berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan, keadilan gender, dan keberpihakan pada kelompok rentan. Pengakuan terhadap kebenaran sejarah dianggap sebagai langkah penting menuju pemulihan korban dan pendewasaan demokrasi.

Selly mengimbau semua pihak, terutama pejabat publik, untuk mengutamakan empati dan tanggung jawab moral dalam membahas tragedi bangsa. Perbedaan pandangan sebaiknya disampaikan melalui dialog yang konstruktif, bukan penyangkalan yang menambah luka para korban.

Sebelumnya, sejumlah aktivis perempuan, termasuk Komnas Perempuan, mengecam pernyataan Fadli Zon yang meragukan bukti pemerkosaan massal Mei 1998. Komnas Perempuan mengingatkan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait kerusuhan Mei 1998, yang mencatat 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus perkosaan. Temuan ini telah disampaikan kepada Presiden BJ Habibie dan menjadi dasar pembentukan Komnas Perempuan. Komnas Perempuan menilai penyangkalan terhadap tragedi ini menyakitkan dan memperpanjang impunitas bagi pelaku.

Scroll to Top