Mesir Cegah Ribuan Aktivis Gelar Aksi Pawai Solidaritas ke Gaza

KAIRO – Pemerintah Mesir menghalangi ribuan aktivis yang berencana melakukan aksi pawai menuju Gaza. Langkah ini diambil untuk mencegah para aktivis mencapai perbatasan dan menentang blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan ke wilayah kantong tersebut.

Otoritas Mesir dan para aktivis menyatakan bahwa puluhan orang yang akan berpartisipasi dalam aksi pawai melintasi Semenanjung Sinai telah dideportasi. Namun, pihak penyelenggara menegaskan bahwa acara tersebut akan tetap berjalan.

Aksi pawai ini bertujuan untuk menarik perhatian dunia terhadap krisis kemanusiaan yang dialami warga Gaza. Para demonstran telah merencanakan aksi jalan kaki sejauh 50 kilometer dari kota Arish ke perbatasan Mesir-Gaza pada hari Minggu. Aksi ini diharapkan dapat "menciptakan tekanan moral dan media internasional" untuk membuka penyeberangan Rafah dan mengakhiri blokade yang menghambat masuknya bantuan.

Penyelenggara aksi telah mencoba berkoordinasi dengan kedutaan besar Mesir di berbagai negara asal peserta. Namun, pihak berwenang menyatakan bahwa izin untuk pawai tersebut belum dikeluarkan.

Lebih dari 30 aktivis, yang sebagian besar memegang paspor Eropa, dideportasi saat tiba di Bandara Internasional Kairo dalam dua hari terakhir. Menurut seorang pejabat Mesir, para aktivis tersebut berniat melakukan perjalanan ke Sinai Utara "tanpa memperoleh izin yang diperlukan."

Situasi ini meningkatkan tekanan pada negara asal para aktivis, yang khawatir dengan kemungkinan penahanan warganya. Seorang pejabat diplomatik Prancis menyatakan bahwa Prancis "berkomunikasi erat" dengan otoritas Mesir mengenai warga negara Prancis yang ditolak masuk atau ditahan, untuk memastikan "perlindungan konsuler." Peserta aksi berisiko ditangkap karena melakukan demonstrasi tanpa izin di wilayah sensitif seperti Semenanjung Sinai.

Mesir secara terbuka mengecam pembatasan bantuan ke Gaza dan terus menyerukan diakhirinya konflik. Pemerintah Mesir menyatakan bahwa sisi Mesir dari penyeberangan Rafah tetap terbuka, tetapi akses ke Jalur Gaza terhambat sejak Israel menguasai sisi perbatasan Palestina sebagai bagian dari operasi militernya terhadap Hamas yang dimulai pada Oktober 2023.

Namun, selama bertahun-tahun, Mesir telah menekan para pembangkang dan aktivis yang mengkritik hubungan politik dan ekonomi Kairo dengan Israel. Isu ini sangat sensitif di negara-negara tetangga, di mana pemerintah mempertahankan hubungan diplomatik dengan Israel meskipun simpati publik yang luas terhadap warga Palestina.

Sebelumnya, Mesir telah memperingatkan bahwa hanya mereka yang menerima otorisasi yang akan diizinkan melakukan perjalanan pada rute pawai yang direncanakan. Pemerintah mengakui bahwa mereka telah menerima "banyak permintaan dan pertanyaan." Kementerian luar negeri Mesir menegaskan bahwa "Mesir berhak mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menjaga keamanan nasionalnya, termasuk mengatur masuk dan pergerakan individu di wilayahnya, terutama di wilayah perbatasan yang sensitif."

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyebut para pengunjuk rasa sebagai "jihadis" dan meminta Mesir untuk mencegah mereka mencapai perbatasan dengan Gaza. Ia mengklaim bahwa mereka "membahayakan rezim Mesir dan merupakan ancaman bagi semua rezim Arab moderat di wilayah tersebut."

Aksi pawai ini direncanakan berlangsung beberapa hari setelah konvoi besar, yang menurut penyelenggara melibatkan ribuan aktivis, melakukan perjalanan darat melintasi Afrika Utara menuju Mesir.

Para aktivis dan pengacara melaporkan adanya penahanan dan deportasi di bandara tanpa alasan yang jelas dari otoritas Mesir. Seorang pengacara Aljazair, Fatima Rouibi, menulis di Facebook bahwa warga Aljazair, termasuk tiga pengacara, ditahan di bandara sebelum dibebaskan dan akhirnya dideportasi kembali ke Aljir.

Penyelenggara aksi menyatakan bahwa mereka telah menerima laporan bahwa setidaknya 170 peserta telah ditunda atau ditahan di Kairo. Mereka mengklaim telah mengikuti protokol yang ditetapkan oleh otoritas Mesir, bertemu dengan mereka, dan mendesak mereka untuk mengizinkan peserta pawai memasuki negara tersebut. Mereka berharap dapat memberikan informasi tambahan apa pun yang diperlukan otoritas Mesir untuk memastikan pawai berlanjut dengan damai sesuai rencana ke perbatasan Rafah.

Pawai Global ke Gaza adalah upaya masyarakat sipil terbaru yang mendesak masuknya makanan, bahan bakar, pasokan medis, dan bantuan lainnya ke Gaza.

Israel memberlakukan blokade total pada bulan Maret dalam upaya untuk menekan Hamas agar melucuti senjata dan membebaskan sandera yang ditahan sejak serangan 7 Oktober 2023. Meskipun pembatasan sedikit dilonggarkan bulan lalu, para ahli memperingatkan bahwa tindakan tersebut masih jauh dari memadai.

Para ahli keamanan pangan memperingatkan bahwa Jalur Gaza berisiko dilanda kelaparan jika Israel tidak mencabut blokade dan menghentikan kampanye militernya. Hampir setengah juta warga Palestina menghadapi kemungkinan kelaparan dan 1 juta lainnya hampir tidak bisa mendapatkan cukup makanan. Israel menolak temuan ini, dengan mengatakan bahwa perkiraan sebelumnya terbukti tidak berdasar.

Scroll to Top