Sengketa Empat Pulau: Yusril Ihza Mahendra Tuding Tito Karnavian Sebagai Pemicu Kehebohan

Polemik kepemilikan empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara memasuki babak baru. Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menuding Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, sebagai pihak yang memicu kontroversi ini.

Kehebohan bermula ketika Tito menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) tentang kode wilayah administrasi. Dalam keputusan tersebut, keempat pulau yang sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, kini dicantumkan sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Yusril menegaskan bahwa Kepmendagri inilah yang menjadi sumber permasalahan. Ia berpendapat, Kepmendagri tersebut perlu segera direvisi setelah terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mengatur batas wilayah darat dan laut antara kedua kabupaten. Hingga saat ini, Permendagri yang mengatur batas wilayah tersebut belum ada.

Yusril menjelaskan, pemerintah pusat dapat menerbitkan Permendagri setelah kedua kabupaten dan provinsi mencapai kesepakatan. Jika tidak ada titik temu, masalah ini dapat diserahkan kepada pemerintah pusat untuk diselesaikan.

Lebih lanjut, Yusril menekankan bahwa Presiden memiliki wewenang untuk mengambil keputusan jika tidak ada kesepakatan yang tercapai. Keputusan Presiden dapat dituangkan dalam Instruksi Presiden kepada Mendagri untuk menindaklanjutinya melalui penerbitan Permendagri terkait batas wilayah tersebut. Dengan demikian, permasalahan kepemilikan empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara dapat diselesaikan.

Perjanjian Helsinki Bukan Dasar Utama

Yusril juga menjelaskan bahwa Perjanjian Helsinki dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tidak dapat dijadikan referensi utama dalam menentukan status kepemilikan empat pulau tersebut, yaitu Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

Ia menjelaskan bahwa UU 24/1956 hanya menyebutkan Provinsi Aceh terdiri dari beberapa kabupaten tanpa menyebutkan batas-batas wilayah yang jelas baik antara Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara, maupun batas antar kabupaten di Provinsi Aceh sendiri.

Menurut Yusril, penyelesaian batas wilayah harus merujuk pada Undang-undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ia menambahkan bahwa Undang-undang memberikan kewenangan kepada Mendagri untuk mengatur batas wilayah dengan Peraturan Mendagri.

Scroll to Top