Perang Yom Kippur 1973: Ketika Israel Dikeroyok Negara Arab

Perang Yom Kippur, atau juga dikenal sebagai Perang Ramadan, menjadi catatan sejarah penting dalam konflik Arab-Israel. Pada 6 Oktober 1973, di saat umat Yahudi Israel merayakan Yom Kippur (Hari Penebusan Dosa) dan umat Muslim di negara-negara Arab menjalankan ibadah puasa Ramadan, sebuah serangan mendadak dilancarkan oleh Suriah dan Mesir.

Presiden Mesir saat itu, Anwar Sadat, memiliki tujuan utama untuk menghapus trauma kekalahan yang dialami dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967. Lebih spesifik, Sadat bertekad untuk merebut kembali Semenanjung Sinai, wilayah Mesir yang direbut Israel dalam perang sebelumnya.

Sadat menyadari bahwa merebut kembali Sinai dengan kekuatan militer penuh, bahkan dengan bantuan negara-negara Arab lain, adalah hal yang mustahil. Strateginya didasarkan pada dua hal: pertama, mendapatkan legitimasi domestik untuk memulai inisiatif diplomatik yang berani, dan kedua, mengubah posisi arogan Israel yang merasa tak terkalahkan.

Israel saat itu merasa sangat kuat dan mampu bernegosiasi dari posisi yang sangat dominan. Sadat meyakini bahwa hanya kekalahan dalam perang, atau setidaknya hasil seri, yang dapat mengubah sikap keras kepala Israel.

Untuk mencapai tujuannya, Sadat mempererat hubungan dengan Uni Soviet, bersekutu dengan Suriah, dan merencanakan serangan terkoordinasi. Pasukan Mesir menyerang Israel dari perbatasan dekat Semenanjung Sinai, sementara Suriah menyerang Israel di Dataran Tinggi Golan.

Tak lama kemudian, Irak ikut bergabung dalam perang, dan Suriah menerima dukungan tambahan dari Yordania. Israel dengan cepat memobilisasi seluruh kekuatan militernya.

Israel berjuang keras untuk memukul mundur pasukan Arab, dengan kerugian besar di pihak prajurit dan peralatan. Mereka juga meminta bantuan dari sekutu utama mereka, Amerika Serikat.

Presiden AS saat itu, Richard Nixon, bersedia membantu Israel, tetapi menunda pengiriman bantuan militer sebagai sinyal simpati kepada Mesir.

Setelah hampir tiga minggu pertempuran sengit, Israel berhasil memenangkan perang. Gencatan senjata disepakati pada 25 Oktober melalui mediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pada tahun 1974, Israel dan Mesir sepakat untuk mengatur pengembalian sebagian wilayah Sinai ke Mesir. Kemudian, pada tahun 1978, Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin menandatangani perjanjian damai yang bersejarah.

Pada tahun 1982, Israel memenuhi perjanjian damai dengan mengembalikan seluruh Semenanjung Sinai ke Mesir.

Bagi Mesir, Perang Yom Kippur bukan sepenuhnya kekalahan. Mereka akhirnya mendapatkan apa yang mereka inginkan, yaitu Semenanjung Sinai.

Namun, bagi Suriah, gencatan senjata antara Israel dan Mesir justru menjadi bencana. Israel merebut lebih banyak wilayah di Dataran Tinggi Golan.

Scroll to Top