Konflik yang terus berkecamuk di Timur Tengah, khususnya antara Israel dan Iran, memicu kekhawatiran global akan lonjakan harga minyak dunia. Eskalasi konflik yang melibatkan negara-negara produsen minyak utama berpotensi mendongkrak harga minyak hingga menembus US$ 100 per barel.
Dampak Luas Konflik Timur Tengah
Jika perang meluas dan melibatkan negara-negara seperti Arab Saudi, Yordania, atau Irak, pasokan minyak dunia akan terganggu secara signifikan. Terlebih lagi, Selat Hormuz, jalur utama transportasi minyak dari Timur Tengah, berisiko terhambat akibat konflik, semakin memperparah krisis pasokan.
Kenaikan Harga BBM di Depan Mata?
Kondisi ini berpotensi besar memicu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. BBM non-subsidi seperti Pertamax akan langsung terpengaruh mekanisme pasar, sementara pemerintah perlu berhati-hati dalam menyesuaikan harga BBM subsidi seperti Pertalite. Kenaikan harga BBM subsidi berisiko memicu inflasi dan menekan daya beli masyarakat.
APBN Terancam, Pemerintah Harus Bertindak Cepat
Saat ini, harga minyak mentah dunia masih berada di kisaran US$ 73-75 per barel, di bawah asumsi makro dalam APBN 2025 sebesar US$ 82 per barel. Namun, jika harga minyak terus melonjak dan melampaui angka tersebut, pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah strategis.
Rekomendasi Kebijakan untuk Pemerintah:
- Revisi APBN: Pemerintah perlu merevisi APBN untuk mengantisipasi kenaikan subsidi BBM akibat fluktuasi harga minyak.
- Perluas Bansos: Antisipasi dampak kenaikan harga BBM terhadap masyarakat rentan dan miskin dengan memberikan tambahan bantuan sosial.
- Dorong Penggunaan Transportasi Publik: Kurangi konsumsi BBM subsidi dengan mengajak masyarakat beralih ke transportasi umum.
Pemerintah perlu memantau perkembangan situasi secara seksama dan menyiapkan langkah mitigasi yang tepat untuk melindungi ekonomi Indonesia dari guncangan harga minyak dunia.