Kejaksaan Agung (Kejagung) mencetak sejarah dengan menyita uang hasil korupsi senilai Rp 11,8 triliun. Jumlah fantastis ini merupakan yang terbesar yang pernah disita oleh Kejagung. Dari mana asal uang triliunan ini?
Uang tersebut merupakan hasil sitaan dari kasus korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit pada periode 2021-2022 yang melibatkan Wilmar Group. Jumlah tepatnya mencapai Rp 11.880.351.802.619.
Dana tersebut dikembalikan oleh lima korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group, yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. Rincian pengembalian dana dari masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut:
- PT Multimas Nabati Asahan: Rp 3.997.042.917.832,42
- PT Multi Nabati Sulawesi: Rp 39.756.429.964,94
- PT Sinar Alam Permai: Rp 483.961.045.417,33
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp 57.303.038.077,64
- PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp 7.302.288.371.326,78
Saat ini, uang tersebut disimpan dalam rekening penampungan Kejaksaan Agung di Bank Mandiri, dan penyitaan ini telah mendapat izin dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Penyitaan dilakukan pada tahap penuntutan demi kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi.
Selain Wilmar Group, dua perusahaan lain juga terlibat dalam kasus ini, yaitu PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group. Kejagung berharap kedua perusahaan tersebut segera mengikuti langkah Wilmar Group untuk mengembalikan kerugian negara. Jumlah yang harus dikembalikan oleh Permata Hijau Group adalah Rp 937,6 miliar, sedangkan Musim Mas Group sebesar Rp 4,89 triliun.
Dalam konferensi pers, Kejagung memamerkan sebagian dari uang sitaan, yaitu sebesar Rp 2 triliun dalam pecahan Rp 100 ribu yang ditumpuk-tumpuk hingga memenuhi ruangan.
Kasus korupsi CPO ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi minyak goreng dengan lima terdakwa perorangan. Majelis hakim menilai para pelaku telah merugikan keuangan negara hingga Rp 6 triliun dan merugikan perekonomian negara senilai Rp 12,3 triliun.
Meskipun kasus CPO korporasi ini sempat divonis lepas oleh PN Tipikor Jakarta Pusat, Kejagung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.