Terobosan Baru! Rahasia Korona Matahari Terkuak Berkat Teknologi Canggih

Awal Juni ini menjadi saksi bisu kemajuan pesat dalam studi tentang Matahari. Misi Solar Orbiter, hasil kolaborasi antara ESA dan NASA, untuk pertama kalinya berhasil mengintip kutub-kutub Matahari. Tak berselang lama, misi Eropa lainnya, Proba-3, turut andil dengan fokus mengamati korona Matahari, lapisan atmosfer terluar sang surya.

Proba-3: Menciptakan Gerhana Matahari Buatan dengan Presisi Milimeter

Proba-3 mencetak sejarah dengan menggunakan dua pesawat antariksa yang terbang dalam formasi rapat, hanya berjarak 150 meter. Dengan manuver presisi hingga tingkat milimeter, satu pesawat bertindak sebagai penghalang, menciptakan gerhana Matahari buatan. Inilah yang memungkinkan Proba-3 mengamati korona dari jarak terdekat yang pernah dicapai wahana antariksa manapun.

Misteri Korona Matahari: Panas Ekstrem yang Membingungkan

Korona Matahari selalu menjadi sumber rasa ingin tahu para ilmuwan. Kesempatan untuk mengamati korona secara utuh sangat langka. Korona terbagi menjadi tiga bagian utama: korona atas, korona bawah, dan celah di antara keduanya. Meski instrumen telah mampu mempelajari korona atas dan bawah, celah tersebut biasanya hanya terlihat saat gerhana Matahari alami dari Bumi.

Salah satu teka-teki terbesar adalah suhu korona yang jauh lebih panas daripada permukaan Matahari. Korona bisa mencapai suhu lebih dari 1,1 juta derajat Celsius, sementara permukaan Matahari hanya sekitar 5.500 derajat Celsius. Lebih aneh lagi, inti Matahari memiliki suhu ekstrem sekitar 15 juta derajat Celsius. Para astronom memperkirakan korona seharusnya lebih dingin karena lokasinya yang jauh dari permukaan dan membentang ke luar angkasa.

Teknologi Presisi Tinggi di Balik Proba-3

Dua pesawat Proba-3, Occulter dan Coronagraph, secara rutin menciptakan gerhana Matahari buatan setiap 19 jam 36 menit saat mengorbit. Mereka menjaga formasi presisi selama enam jam. Teleskop biasa tidak dapat melihat korona karena silau cahaya Matahari, tetapi Occulter mampu memblokir cahaya tersebut dengan tepat. Cakram berdiameter hanya 1,4 meter ini menghasilkan bayangan selebar delapan sentimeter, cukup untuk menciptakan gerhana buatan.

Pesawat-pesawat ini terbang secara otonom, menggunakan penjejak bintang untuk mengenali rasi bintang dan GPS untuk navigasi.

Perspektif Baru tentang Matahari

Para astronom kini mendapatkan pemahaman baru tentang Matahari dengan cepat. Solar Orbiter menggunakan orbit khusus untuk mengamati kutub Matahari dan mengumpulkan data tentang medan magnet, siklus Matahari, serta fenomena cuaca Matahari.

Pada tahun 2021, Parker Solar Probe NASA menjadi wahana pertama yang terbang melewati korona Matahari. Probe ini dirancang tahan panas dan radiasi, sehingga dapat memberikan pengamatan paling dekat terhadap bintang kita.

Misi Proba-3 juga berupaya meningkatkan pemahaman tentang cuaca Matahari seperti lontaran massa korona dan badai Matahari, yang dapat berdampak pada satelit komunikasi dan jaringan listrik di Bumi.

Scroll to Top