RSUD Jombang, Jawa Timur, menerapkan pendekatan holistik dalam menangani pasien HIV/AIDS, mengedepankan kemanusiaan dan empati di atas segalanya. Lebih dari sekadar perawatan medis, rumah sakit ini berupaya menciptakan lingkungan yang suportif dan bebas stigma bagi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) di RSUD Jombang menjadi garda depan dalam upaya ini. Dokter Hardini Indarwati, menekankan pentingnya menjaga kerahasiaan dan privasi pasien, menciptakan rasa aman dan diterima. "Kami anggap pasien sebagai keluarga baru di Poli VCT," ujarnya, menekankan pendekatan personal yang ramah.
RSUD Jombang menggandeng LSM MAHAMERU sebagai pendamping sebaya. Kolaborasi ini mencakup dukungan mental, konseling, pendampingan sosial, hingga bimbingan spiritual bagi ODHA. MAHAMERU juga berperan aktif dalam penemuan kasus, kunjungan rumah, serta membantu proses pemulasaraan jenazah ODHA.
Dr. Hardini juga menyoroti pentingnya pendekatan agama, menekankan bahwa tubuh adalah amanah Tuhan dan setiap individu berhak merencanakan masa depan yang lebih baik.
Kasus HIV pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 di Denpasar. Hingga saat ini, penularan masih didominasi oleh hubungan seksual yang tidak aman dan penggunaan narkoba suntik secara bergantian. Di Jombang, sebagian besar pasien terinfeksi akibat pergaulan bebas yang kurang terkontrol.
HIV berkembang melalui empat stadium, di mana stadium 1 dan 2 menandakan HIV positif, sedangkan stadium 3 dan 4 dikategorikan sebagai AIDS. Pada stadium lanjut, pasien rentan terhadap infeksi oportunistik seperti TBC dan pneumonia.
Terapi ARV (Antiretroviral) merupakan kunci utama dalam penanganan HIV/AIDS. Obat ini bekerja dengan mencegah virus berkembang biak dalam tubuh, bukan membunuhnya. Pemeriksaan viral load digunakan untuk mengukur keberhasilan pengobatan. ARV harus dikonsumsi seumur hidup untuk mencegah virus aktif kembali.
RSUD Jombang menyerukan penghapusan diskriminasi terhadap ODHA. "Jauhi penyakitnya, bukan orangnya. Stop diskriminasi dan stigma!" tegas dr. Hardini, mengakhiri pesannya dengan harapan akan terciptanya masyarakat yang lebih inklusif dan suportif bagi ODHA.