Nostalgia di Era Digital: Mengapa Gen Z Kembali Gandrung Blackberry?

Di tengah dominasi smartphone Android dan iPhone, sebuah fenomena unik muncul: kebangkitan kembali Blackberry di kalangan Gen Z. Ponsel yang berjaya di awal tahun 2000-an ini kini menjadi incaran anak muda.

Di platform TikTok, tagar #blackberry telah digunakan ratusan ribu kali. Video-video yang menampilkan Gen Z memamerkan Blackberry mereka, baik yang dibeli secara online maupun warisan dari orang tua, membanjiri linimasa.

Lantas, apa yang membuat Gen Z beralih dari smartphone canggih ke Blackberry?

Salah satu alasannya adalah kejenuhan. Banyak Gen Z merasa lelah dengan smartphone dan fitur-fiturnya yang kompleks. Selain itu, harga Blackberry yang jauh lebih terjangkau dibandingkan iPhone baru menjadi daya tarik tersendiri.

"Saya sudah muak dengan Apple, saya rela menukar semuanya demi Blackberry!" ungkap seorang pengguna.

Fenomena ini juga didorong oleh gerakan anti-smartphone yang semakin populer. Gen Z ingin mengurangi ketergantungan pada gadget dan lebih terhubung dengan orang-orang di dunia nyata. Mereka juga lebih selektif dalam mengonsumsi konten digital.

"Smartphone bukan lagi sumber kesenangan," kata seorang pengamat teknologi. "Dulu menyenangkan, tapi sekarang orang kecanduan, jadi mereka ingin kembali ke masa-masa sederhana dengan menggunakan perangkat yang lebih sederhana."

Meskipun tumbuh di era digital, Gen Z dan Generasi Alpha mulai menyadari bahwa masyarakat terlalu bergantung pada ponsel.

Sebuah studi menunjukkan bahwa hampir separuh remaja merasa selalu online, meningkat signifikan dibandingkan satu dekade lalu. Beberapa bahkan mengalami getaran palsu dari notifikasi smartphone, dan membuka ponsel sudah menjadi refleks.

"Ini menciptakan pola di mana saya merasa cemas, lalu saya membuka smartphone, dan kemudian saya membenci diri sendiri karena membukanya, yang membuat saya lebih cemas," kata seorang mahasiswa.

Sebagai bagian dari detoks digital, ia mengganti iPhone-nya dengan ponsel lipat dan merasa jauh lebih baik.

"Saya melihat segala sesuatu seperti saat saya masih kecil," jelasnya, menggambarkan gaya hidup barunya tanpa smartphone. "Anda benar-benar melihat segala sesuatu sebagaimana adanya di dunia nyata, dan emosi Anda benar-benar terikat pada itu."

Memilih ponsel ‘bodoh’ sebagai langkah selanjutnya…

Scroll to Top