Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah keras klaim Wilmar Group terkait status uang senilai Rp11,8 triliun yang diserahkan. Menurut Kejagung, uang tersebut bukan dana jaminan, melainkan telah disita sebagai barang bukti dalam kasus korupsi izin ekspor CPO periode 2021-2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa dalam penanganan kasus korupsi, tidak ada mekanisme dana jaminan seperti yang diklaim oleh Wilmar Group. Uang tersebut disita agar dapat dipertimbangkan dalam putusan pengadilan di tingkat Mahkamah Agung (MA).
"Dalam perkara korupsi, yang ada adalah penyitaan barang bukti atau pengembalian kerugian negara," tegas Harli, Kamis (19/6).
Penyitaan uang tersebut, lanjut Harli, telah mendapatkan persetujuan dari pengadilan. Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga telah memasukkan tambahan memori kasasi terkait penyitaan ini.
Sebelumnya, Wilmar mengklaim bahwa penyerahan uang triliunan rupiah itu adalah dana jaminan sebagai itikad baik perusahaan. Wilmar berpendapat uang tersebut akan dikembalikan jika MA menyatakan mereka tidak bersalah, atau dirampas negara jika terbukti bersalah.
Kejagung sebelumnya telah mengumumkan penyitaan uang Rp11,8 triliun dari Wilmar Group terkait kasus korupsi izin ekspor CPO. Uang tersebut diterima dari lima anak perusahaan Wilmar, yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Menurut Direktur Penuntut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Sutikno, pengembalian uang tersebut sesuai dengan tuntutan JPU terhadap Wilmar Group dalam kasus korupsi ekspor CPO.