Ayatollah Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran, menjadi sorotan utama di tengah konflik yang memanas antara Israel dan Iran. Sebagai pemegang otoritas tertinggi di Iran, setiap keputusan dan pernyataannya memiliki potensi besar untuk mengubah jalannya peperangan.
Sejak konflik terbuka pecah pada 13 Juni 2025, Khamenei telah mengeluarkan dua titah penting, menegaskan penolakan Iran terhadap tekanan dan ancaman militer dari Israel dan Amerika Serikat. Dalam pidato yang disiarkan secara nasional pada Rabu, 18 Juni 2025, Khamenei memperingatkan bahwa intervensi militer oleh AS akan membawa "kerusakan yang tak terperbaiki."
Siapakah Ayatollah Khamenei?
Sayyid Ali Hosseini Khamenei telah menjabat sebagai Pemimpin Tertinggi Iran sejak tahun 1989, menggantikan Ayatollah Ruhollah Khomeini, pemimpin Revolusi Islam Iran. Lahir di Mashhad, Iran, pada 17 Juli 1939, Khamenei adalah salah satu dari sedikit tokoh yang menyandang gelar Ayatollah, sebuah supremasi ulama tertinggi dalam hierarki Syiah.
Dalam sistem pemerintahan Iran, Pemimpin Tertinggi memiliki kekuasaan yang jauh lebih besar daripada presiden. Ia adalah pemimpin agama, politik, dan militer tertinggi, serta pengambil keputusan utama dalam kebijakan luar negeri, militer, dan isu-isu strategis.
Kebijakan dan Fatwa Kontroversial
Selama masa kepemimpinannya, Khamenei telah mengeluarkan beberapa fatwa yang memicu kontroversi. Pada tahun 1996, ia mengeluarkan fatwa yang melarang pendidikan musik bagi anak-anak di bawah 16 tahun di fasilitas publik. Namun, pada tahun 1999, ia juga mengeluarkan fatwa progresif yang memperbolehkan donor gamet (sperma dan ovum) untuk pasangan yang tidak subur, bahkan setelah donor meninggal.
Perbedaan Peran Presiden dan Pemimpin Tertinggi
Konstitusi Republik Islam Iran menetapkan bahwa Presiden Iran adalah kepala eksekutif yang dipilih langsung oleh rakyat. Namun, Pemimpin Tertinggi Iran adalah pemimpin politik dan agama tertinggi yang dipilih oleh sekelompok ahli.
Presiden bertanggung jawab untuk menandatangani perjanjian, menunjuk menteri, duta besar, dan gubernur setelah disetujui oleh parlemen. Sementara itu, Pemimpin Tertinggi memiliki kewenangan untuk menunjuk kepala pos-pos penting seperti komandan angkatan bersenjata, kepala yayasan keagamaan, direktur radio dan televisi nasional, hakim ketua, dan anggota Dewan Keamanan Nasional.
Pemimpin Tertinggi juga merancang kebijakan umum Iran, mengawasi pelaksanaannya, dan mengeluarkan keputusan mengenai referendum nasional. Ia memegang komando tertinggi atas angkatan bersenjata dan bertanggung jawab atas deklarasi perang, mobilisasi angkatan bersenjata, serta memiliki kendali penuh atas berbagai lembaga penting di Iran.
Konflik dan Perang Selama Era Khamenei (1989-2025)
Selama kepemimpinan Khamenei, Iran telah terlibat dalam sejumlah konflik geopolitik, termasuk:
- Perang Teluk (1990-1991): Iran mengambil posisi netral, tetapi mengecam invasi Irak ke Kuwait.
- Perang Saudara Afghanistan (1990-an-2001): Iran mendukung Aliansi Utara melawan Taliban.
- Perang Irak (2003-2011): Iran mendukung milisi Syiah untuk melawan pasukan koalisi pimpinan AS.
- Perang Suriah (2011-sekarang): Iran menjadi pendukung utama rezim Bashar al-Assad.
- Perang Yaman (2015-sekarang): Iran mendukung Houthi secara politik, finansial, dan teknologi.
- Konflik Israel-Iran (Bayangan/Shadow War, 2000-an-sekarang): Iran mendukung Hezbollah, Hamas, dan kelompok militan Palestina lainnya.
- Konflik Teluk & Insiden Selat Hormuz (2000-an-sekarang): Iran terlibat dalam berbagai insiden di Selat Hormuz.
- Konflik Israel-Iran (2025): Kedua negara terlibat dalam perang terbuka sejak 13 Juni 2025.
Dengan kekuatan dan pengaruhnya yang besar, peran Ayatollah Khamenei akan terus menjadi faktor penentu dalam konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Iran.