Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan pernyataan tegas mengenai kondisi ekonomi global yang saat ini sedang tidak stabil. Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Internasional Kemendag, Olvy Andrianita, menyampaikan bahwa Indonesia dan negara-negara lain menghadapi tantangan besar di tengah situasi dunia yang kurang kondusif.
Dalam acara Peluncuran Laporan Perdagangan dan Investasi Berkelanjutan 2025, Olvy menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk merespons dinamika global dengan bijaksana. Ia menjelaskan bahwa dunia saat ini tidak lagi menerapkan skema pasar tunggal, melainkan beralih ke era rantai pasok global.
Olvy mendorong Indonesia untuk memanfaatkan momentum ini, termasuk dalam aspek keberlanjutan, sambil tetap mematuhi regulasi internasional. Ia juga menyoroti urgensi sikap adil dari negara-negara lain dalam menghadapi kondisi yang rumit dan penuh tantangan.
"Negara-negara Afrika merasakan kesulitan yang lebih besar dibandingkan Indonesia. Kita juga tidak dalam kondisi yang ideal, tetapi mereka tertinggal lebih jauh," tambahnya.
Kemendag mengklaim telah mendengarkan keluhan para pengusaha terkait isu keberlanjutan. Perusahaan menginginkan keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan keuntungan ekonomi, yang menjadi tugas pemerintah untuk mewujudkannya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri, menjelaskan bahwa laporan terbaru yang diterbitkan merupakan penjabaran dari berbagai temuan dan perkembangan di lapangan. Ia menyoroti kebijakan unilateral dan proteksionis dari Amerika Serikat yang sebelumnya dikenal mendukung keterbukaan ekonomi.
"Namun, kebijakan-kebijakan proteksionis tersebut tampaknya tidak terlalu memengaruhi perdagangan atau transisi keberlanjutan yang selama ini kita jalankan," ujar Rizal.
Kebijakan proteksionisme AS, seperti tarif resiprokal yang diumumkan pada April 2025, telah berdampak pada banyak negara, termasuk Indonesia yang terkena tarif impor sebesar 32 persen. Meskipun implementasi tarif tersebut ditunda untuk membuka ruang negosiasi, nasib Indonesia masih belum jelas menjelang tenggat waktu pada Juli 2025.