Jakarta – Performa kurang memuaskan para atlet bulutangkis Indonesia dalam setengah tahun terakhir memicu kekhawatiran mendalam. Konsekuensinya tidak hanya berujung pada degradasi atlet, tetapi juga berdampak serius pada kelanjutan karier para pelatih.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres) Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI), Eng Hian, menegaskan bahwa atlet dan pelatih harus bekerja sama secara harmonis demi mengembalikan kejayaan bulutangkis Indonesia dalam enam bulan mendatang.
"Kontrak tetap berjalan, namun evaluasi akan terus dilakukan. Kontrak tahunan atau dua tahun hanyalah regulasi. Pencapaian dan target yang ditetapkan PBSI menjadi tolok ukur utama. Jika jauh dari harapan, evaluasi mendalam akan dilakukan, termasuk kemungkinan penggantian pelatih," ujar Eng Hian.
Selama ini, Eng Hian melihat pelatih cenderung mengakomodasi keinginan atlet, terutama terkait partisipasi dalam turnamen, meski kondisi atlet belum sepenuhnya siap.
"Sebagai Kabid Binpres, saya tidak akan melarang atlet bertanding jika itu sudah menjadi program. Namun, jika performa tidak maksimal, evaluasi akan dilakukan. Atlet harus paham bahwa tujuan utama mengikuti turnamen bukan hanya mempertahankan peringkat, tetapi juga meraih gelar juara," tegas Eng Hian.
Eng Hian menekankan bahwa atlet harus berjuang meraih prestasi demi kesejahteraan, bukan sebaliknya. Ia menuntut perbaikan performa tim bulutangkis Indonesia dalam enam bulan ke depan, dengan fokus pada tiga turnamen besar: Japan Open (15-20 Juli), China Open (22-27 Juli), Macau Open (29 Juli-3 Agustus), serta Kejuaraan Dunia (25-31 Agustus).
"Kunci utama adalah komando yang mampu menciptakan sistem dan perubahan positif untuk meningkatkan performa tim. Evaluasi kontrak akan mempertimbangkan hal ini," kata Eng Hian.
"Degradasi tidak hanya berlaku untuk pemain, tetapi juga pergantian pelatih di akhir tahun?" tanya wartawan. "Betul," jawab Eng Hian, menegaskan.