Indonesia Berambisi Eliminasi HIV dan IMS pada Tahun 2030, Fokus Utama Generasi Muda

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan, kembali menegaskan tekadnya untuk mengakhiri penyebaran HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun 2030. Upaya masif melalui edukasi, deteksi dini, dan pengobatan akan menjadi kunci utama dalam menekan angka kasus, terutama di kalangan anak muda dan kelompok berisiko tinggi.

Target ambisius yang dicanangkan adalah "95-95-95" pada tahun 2030. Artinya, 95% orang yang terinfeksi HIV (ODHIV) harus mengetahui statusnya, 95% dari mereka harus menerima terapi antiretroviral (ARV), dan 95% dari yang diobati harus mencapai viral load yang tidak terdeteksi – kondisi dimana virus tidak terdeteksi dan risiko penularan sangat rendah.

Namun, tantangan besar masih menghadang. Saat ini, dari sekitar 564.000 ODHIV di Indonesia, baru 63% yang menyadari kondisinya. Dari jumlah tersebut, 67% sudah menjalani terapi ARV, dan hanya 55% yang berhasil mencapai viral load yang tidak terdeteksi.

Papua dalam Kondisi Darurat, IMS Melonjak di Kalangan Remaja

Sebanyak 11 provinsi mencatat kasus HIV tertinggi, termasuk Jakarta, Jawa Timur, Papua, dan Bali. Papua menjadi perhatian khusus karena penyebaran virus telah meluas ke masyarakat umum, dengan prevalensi HIV mencapai 2,3%.

Kelompok yang paling rentan terhadap HIV di Indonesia meliputi laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), waria, pekerja seks, dan pengguna narkoba suntik.

Selain HIV, Kementerian Kesehatan juga mencemaskan lonjakan kasus IMS seperti sifilis dan gonore, terutama di kalangan usia produktif dan remaja. Tahun lalu, tercatat 23.347 kasus sifilis, mayoritas adalah sifilis dini. Tragisnya, terdapat pula 77 kasus sifilis kongenital, yang ditularkan dari ibu ke bayi.

IMS bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah kesehatan masyarakat. Mayoritas kasus terjadi pada usia 25-49 tahun, namun tren peningkatan kasus mulai terlihat pada remaja usia 15-19 tahun. Kasus gonore juga cukup tinggi, mencapai 10.506 kasus, dengan Jakarta mencatat angka tertinggi.

IMS Bisa Memicu Kemandulan dan Kanker Serviks

Banyak IMS tidak menunjukkan gejala, terutama pada wanita, yang dapat menyebabkan komplikasi serius jika tidak diobati. IMS dapat menyebabkan radang panggul, infertilitas, bahkan kehamilan ektopik. Pada ibu hamil, IMS dapat memicu kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, atau bahkan kematian bayi.

Infeksi Human Papillomavirus (HPV) juga menjadi perhatian karena dapat memicu kanker serviks, salah satu kanker paling mematikan bagi wanita.

Kementerian Kesehatan Menggenjot Layanan dan Edukasi Seksual yang Aman

Kementerian Kesehatan saat ini menyediakan layanan HIV di 514 kabupaten/kota, layanan IMS di 504 kabupaten/kota, dan tes viral load di 192 kabupaten/kota. Pemerintah juga menargetkan eliminasi sifilis dan gonore hingga 90%, serta eliminasi penularan HIV, sifilis, dan hepatitis B dari ibu ke anak (triple elimination).

Strategi pencegahan terus digencarkan melalui pendekatan "ABCDE":

  1. Abstinence: Tidak berhubungan seks sebelum menikah
  2. Be faithful: Setia pada satu pasangan
  3. Condom: Gunakan kondom jika berisiko
  4. Drugs: Jauhi narkoba
  5. Education: Edukasi dan kesadaran

Edukasi sejak usia remaja sangat penting, mengingat banyaknya kasus IMS dan kehamilan yang tidak diinginkan di usia muda, bahkan kasus aborsi.

Scroll to Top