Di era transparansi keuangan, evaluasi kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membutuhkan pendekatan yang lebih mendalam. Sekadar melihat angka-angka laporan keuangan tidak lagi cukup. Manipulasi laba (earnings management), terutama di sektor publik, membawa konsekuensi serius karena melibatkan dana masyarakat dan kepercayaan terhadap negara.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi praktik manipulasi akrual adalah Jones Model (1991). Model ini memisahkan akrual normal dan diskresioner, membantu mendeteksi pola yang mencurigakan. Penerapannya dalam lingkungan BUMN krusial untuk membedakan kinerja riil dari yang direkayasa.
Ketika laporan keuangan tidak akurat, keputusan strategis seperti penyertaan modal atau privatisasi bisa salah arah. Lebih jauh, manipulasi laba merusak akuntabilitas dan kepercayaan publik terhadap transparansi keuangan BUMN.
Evaluasi BUMN harus melampaui verifikasi angka. Daya saing model bisnis, relevansi produk dan layanan, serta struktur insentif manajerial menjadi faktor penentu. Manipulasi laba bukan sekadar masalah teknis akuntansi, melainkan indikasi kegagalan sistemik dalam tata kelola dan pengawasan.
Laporan keuangan harus diperlakukan sebagai narasi yang validitasnya perlu diuji, baik secara statistik maupun substantif. Manipulasi laba pada BUMN, jika dibiarkan, tidak hanya merusak angka, tetapi juga mengaburkan arah masa depan perusahaan publik yang seharusnya melayani kesejahteraan rakyat.