Ketegangan Timur Tengah Meningkat: Iran Rapat ke Rusia Pasca Serangan AS

Situasi di Timur Tengah semakin memanas usai serangan Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir Iran. Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan tidak berencana untuk berbicara dengan Presiden AS Donald Trump setelah insiden tersebut. Sebaliknya, Iran terlihat semakin merapatkan diri ke Moskow.

Kremlin menyatakan bahwa meskipun belum ada rencana percakapan antara Putin dan Trump, komunikasi dapat diatur dengan cepat jika diperlukan. Rusia dan Iran sendiri telah menandatangani "perjanjian kemitraan komprehensif" pada Januari lalu, yang memperkuat aliansi strategis mereka, meskipun perjanjian ini tidak mewajibkan kedua negara untuk saling membela jika diserang.

Sebelumnya, dalam percakapan telepon, Putin dan Presiden China Xi Jinping mengecam keras serangan Israel terhadap Iran. Xi Jinping menekankan bahwa "kekuatan besar" dengan pengaruh khusus harus bekerja untuk meredakan situasi, bukan memperburuknya.

Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dijadwalkan bertolak ke Moskow untuk bertemu dengan Putin. Pertemuan ini dilakukan menyusul serangan militer AS terhadap fasilitas nuklir Iran. Araghchi menegaskan bahwa Rusia adalah sahabat Iran dan kedua negara menikmati kemitraan strategis. Ia menambahkan bahwa kedua negara selalu berkonsultasi dan mengkoordinasikan posisi mereka, mengingat Rusia adalah salah satu penandatangan JCPOA.

Sementara itu, Trump mengucapkan terima kasih kepada militer Israel atas "pekerjaan luar biasa" mereka dan memuji prajurit AS atas "operasi yang belum pernah dilihat dunia selama beberapa dekade." Ia juga berterima kasih dan memberi selamat kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas kerja sama tim yang erat dalam upaya "menghapus ancaman mengerikan" terhadap Israel.

Scroll to Top