Pergeseran Dinamika Pasar Minyak Sawit China: Pengaruh Kedelai dan Tren Permintaan

Industri minyak sawit di China, negara dengan populasi terbesar di dunia, menghadapi tantangan signifikan akibat perubahan lanskap pasokan dan permintaan global, terutama terkait dengan kedelai dan minyak nabati lainnya.

China mengalami defisit dalam produksi biji minyak dan minyak nabati. Perubahan dinamika pasokan dan permintaan global untuk kedelai serta berbagai jenis minyak nabati, membawa dampak besar bagi industri minyak sawit di negara ini.

Pada tahun 2024, produksi kedelai di negara-negara G3 diproyeksikan meningkat secara signifikan, menghasilkan tambahan produksi minyak kedelai. Sebaliknya, pertumbuhan produksi minyak sawit di Indonesia diperkirakan relatif kecil. Struktur bea ekspor dan pungutan yang berlaku menyebabkan harga yang lebih tinggi akan memicu kenaikan bea dan pungutan.

Harga minyak kedelai olahan tercatat lebih kompetitif dibandingkan harga RBD olein di wilayah Cina Selatan, pusat konsumsi utama olein. Lebih lanjut, harga futures minyak kedelai di Dalian Commodity Exchange (DCE) seringkali lebih rendah dibandingkan futures olein, memperlebar selisih harga antara minyak sawit dan minyak kedelai (POBO).

Meskipun menunjukkan pemulihan yang kuat pada tahun 2023, perkiraan permintaan minyak nabati di China menunjukkan stagnasi pada tahun 2024. Total permintaan minyak nabati diperkirakan masih berada di bawah level yang tercatat pada tahun 2020 dan 2021.

Akibat selisih harga POBO yang tinggi, permintaan minyak sawit, baik olein maupun stearin, diproyeksikan mengalami penurunan yang signifikan. Pangsa minyak sawit dalam total permintaan minyak nabati diperkirakan akan menyusut, mencerminkan perubahan preferensi konsumen dan faktor ekonomi yang memengaruhi pasar.

Scroll to Top