Polemik kuota internet prabayar yang lenyap saat masa aktif berakhir terus menjadi perdebatan. Sebuah temuan menunjukkan potensi kerugian konsumen hingga Rp63 triliun per tahun akibat praktik ini.
Menurut sebuah sumber, dari total belanja kuota internet di Indonesia yang mencapai Rp253 triliun per tahun, sekitar Rp63 triliun kuota terbuang percuma. Praktik ini dinilai merugikan masyarakat, terutama karena penyedia layanan, termasuk BUMN seperti Telkomsel, diduga tidak melaporkan data kuota yang hangus.
Menanggapi hal ini, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menjelaskan bahwa kuota internet adalah produk konsumsi, bukan simpanan elektronik. Kuota memiliki masa kedaluwarsa, berbeda dengan uang elektronik. ATSI menekankan bahwa semua operator beroperasi sesuai prinsip keterbukaan dan regulasi yang berlaku.
Regulasi yang Membolehkan Kuota Hangus
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi mengatur tarif dan skema pembayaran kuota internet. Pasal 74 peraturan tersebut membagi skema pembayaran tarif menjadi pascabayar dan prabayar.
Pasal 74 ayat (2) menetapkan bahwa deposit prabayar memiliki batas waktu penggunaan. Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberitahukan kepada pelanggan prabayar mengenai batas waktu pemakaian dan syarat ketentuan yang berlaku. Regulasi ini tidak mewajibkan roll-over kuota, sehingga sisa kuota yang tidak terpakai saat masa aktif berakhir dapat dihapus. Pasal 74 ayat (3) hanya mengatur opsi pemindahan sisa deposit prabayar (pulsa) ke nomor lain jika pelanggan ingin menonaktifkan kartu.
ATSI menegaskan bahwa pelanggan membeli jasa sewa layanan dan lisensi bandwidth, bukan barang konsumsi biasa. Permenkominfo 5/2021 menjelaskan lebih lanjut mengenai skema layanan internet, sehingga skema kuota hangus dianggap tidak melanggar regulasi.
Desakan Revisi Regulasi
Polemik ini menarik perhatian anggota parlemen. Seorang anggota Komisi I DPR mendesak audit menyeluruh dan investigasi independen terhadap praktik penghangusan kuota internet. Model bisnis ini dinilai merugikan konsumen dan berpotensi melanggar prinsip akuntabilitas publik dan keuangan negara.
Legislator tersebut meminta Kemkominfo, Kementerian BUMN, BPK, dan KPK untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam skema bisnis telekomunikasi. Ia juga mendorong operator menyediakan opsi roll-over kuota untuk melindungi konsumen.