Ketegangan Iran-Israel Memanas, Indonesia Terancam Krisis Ekonomi?

Konflik antara Iran dan Israel semakin berkobar, dengan keterlibatan Amerika Serikat yang semakin memperkeruh suasana. Serangan AS terhadap tiga lokasi nuklir Iran – Natanz, Fordo, dan Isfahan – memicu respons keras dari Teheran.

Presiden AS mengklaim keberhasilan operasi tersebut dan mendesak Iran untuk kembali ke meja perundingan, mengancam dengan serangan yang lebih dahsyat jika tuntutan tidak dipenuhi.

Sebagai balasan, Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz, jalur perdagangan krusial bagi perekonomian global. Parlemen Iran mendukung rencana ini, meskipun keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Iran.

Penutupan Selat Hormuz, yang dilalui 20 juta barel minyak per hari atau 20% dari konsumsi dunia, serta kapal pengangkut gas alam cair (LNG), diprediksi akan menimbulkan dampak signifikan bagi ekonomi global, termasuk Indonesia.

Para ahli memperingatkan bahwa blokade ini bukan sekadar gertakan. Indonesia akan menghadapi bahaya serius seperti lonjakan harga energi, inflasi, dan guncangan pasar keuangan. Kenaikan harga minyak dan gas akan menekan APBN melalui pembengkakan subsidi energi dan melemahnya neraca perdagangan.

Dampak lanjutan akan merembet ke sektor domestik, seperti peningkatan ongkos produksi industri, gangguan transportasi dan logistik, serta penurunan daya beli masyarakat.

Harga minyak mentah Brent berpotensi melonjak hingga US$120 per barel jika eskalasi di Timur Tengah terus memburuk dan memicu konflik global.

Indonesia disarankan untuk segera meningkatkan cadangan energi melalui diversifikasi sumber pasokan dari negara non-Timur Tengah dan memperkuat cadangan strategis minyak nasional. Selain itu, stimulus konsumsi melalui perluasan bantuan sosial dan subsidi langsung kepada kelompok rentan perlu dipertimbangkan untuk menjaga daya beli.

Peran Indonesia sebagai negara non-blok sangat dinantikan dunia. Diplomasi yang apik dan terukur melalui forum seperti G20, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), maupun ASEAN Plus Three (APT) diperlukan untuk menyuarakan jalan damai.

Pengamat energi menekankan bahwa Indonesia tidak bisa menghindar dari dampak buruk blokade Hormuz. Oleh karena itu, pemerintah didorong untuk mengecam tindakan AS. Kehadiran Indonesia di panggung global penting untuk mencegah intervensi negara-negara besar lainnya.

Penurunan nilai tukar, penurunan permintaan perdagangan luar negeri, dan penurunan pendapatan masyarakat adalah rangkaian bahaya yang mengintai jika Indonesia terus berdiam diri.

Wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara akan sangat terpukul jika Selat Hormuz benar-benar ditutup. Harga minyak dunia diprediksi bisa mencapai US$145 per barel jika blokade berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama.

Namun, penutupan Selat Hormuz dalam jangka panjang juga akan merugikan Iran, karena akan mengganggu aktivitas ekonomi yang menopang pembiayaan perang. Iran sangat membutuhkan Selat Hormuz sebagai jalur perdagangan dengan negara lain.

Scroll to Top