Situasi di perbatasan Thailand dan Kamboja memanas setelah militer Thailand menutup sebagian besar perlintasan perbatasan di enam provinsi sejak Senin, 23 Juni 2025. Penutupan ini berdampak signifikan pada arus orang dan barang antara kedua negara.
Keputusan ini diambil menyusul sengketa wilayah yang berujung pada bentrokan militer mematikan bulan lalu. Penutupan berlaku bagi semua kendaraan dan pejalan kaki, termasuk warga lokal, turis asing, kecuali pelajar dan mereka yang memerlukan perawatan medis. Titik perlintasan penting seperti Aranyaprathet-Poipet yang ramai dilewati wisatawan turut terdampak. Provinsi yang terimbas meliputi Surin, Buriram, Sri Sa Ket, Sa Kaeo, Chanthaburi, dan Trat.
Ketegangan bermula dari insiden tewasnya seorang tentara Kamboja dalam bentrokan di wilayah perbatasan yang telah lama menjadi sengketa. Menanggapi situasi ini, Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, memberlakukan larangan impor bahan bakar, gas, buah-buahan, dan sayuran dari Thailand. Selain itu, ia juga melarang penayangan drama Thailand dan memutus koneksi internet dari negara tetangga tersebut.
Kamboja telah mengevakuasi sekitar 3.850 warganya dari wilayah perbatasan dan mencari bantuan dari Mahkamah Internasional (ICJ) untuk menyelesaikan sengketa di empat titik, termasuk tiga kuil kuno. Akar konflik ini terletak pada penetapan garis batas era kolonial Prancis di awal abad ke-20, yang telah mengakibatkan setidaknya 28 kematian sejak tahun 2008.
Krisis ini juga menimbulkan gejolak politik di Thailand. Ucapan Perdana Menteri Paetongtarn yang meremehkan militer bocor ke publik dan memicu protes, serta menyebabkan salah satu partai koalisi keluar dari pemerintahan. Ia menghadapi desakan untuk mengundurkan diri atau menyelenggarakan pemilihan umum dini. Thailand juga telah memanggil Duta Besar Kamboja untuk menyampaikan protes, sementara ketegangan terus meningkat tanpa solusi yang jelas.