Pemerintah Indonesia mengambil langkah revolusioner dengan mengganti kartu SIM fisik tradisional menjadi SIM digital atau e-SIM. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Permen Komdigi) Nomor 7 Tahun 2025, yang bertujuan untuk mengatasi maraknya penyalahgunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam pendaftaran kartu SIM ilegal.
Mengapa e-SIM?
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menekankan bahwa kebijakan ini adalah respons langsung terhadap peningkatan kejahatan digital seperti phishing, scam, dan judi online, yang seringkali berawal dari data pengguna yang tidak terverifikasi dengan benar.
e-SIM adalah evolusi dari kartu SIM fisik. Alih-alih menggunakan chip fisik yang perlu dipasang manual, e-SIM tertanam langsung di dalam perangkat dan dapat diprogram ulang secara digital. Pengguna dapat mendaftarkan nomor baru atau memindahkan nomor lama hanya dengan memindai QR code dari operator seluler, tanpa perlu repot mengganti kartu fisik.
Pemerintah melihat e-SIM sebagai solusi jangka panjang untuk memperkuat sistem identifikasi pengguna, mengurangi risiko penyalahgunaan identitas, dan menciptakan lingkungan digital yang lebih aman.
Payung Hukum dan Kesiapan Infrastruktur
Sebelumnya, Indonesia belum memiliki landasan hukum yang kuat untuk penggunaan e-SIM. Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan Permen Nomor 7 Tahun 2025 untuk mengatur penggunaan e-SIM secara resmi.
Pemerintah telah berkoordinasi dengan operator seluler untuk mempersiapkan gerai dan teknologi yang diperlukan. Tujuannya adalah untuk mempermudah masyarakat dalam mendaftarkan nomor baru atau beralih dari SIM fisik ke e-SIM.
Data dari Komdigi menunjukkan bahwa dari sekitar 350 juta nomor SIM yang beredar di Indonesia, hanya 280 juta yang terdaftar secara resmi. Hal ini berarti ada puluhan juta nomor "liar" yang identitas pemiliknya tidak jelas, membuka celah bagi berbagai tindak kejahatan digital.
Dengan e-SIM, proses pelacakan penyalahgunaan data akan lebih mudah, serta meningkatkan efektivitas pengawasan oleh pemerintah dan operator seluler.
Tantangan dan Harapan
Meskipun teknologi e-SIM sudah cukup matang secara global, adopsinya di Indonesia masih rendah. Saat ini, baru sekitar 5 persen pengguna ponsel yang telah beralih ke e-SIM.
Tantangan utama adalah kurangnya pemahaman masyarakat dan keterbatasan perangkat yang kompatibel. Namun, operator seluler telah menyatakan kesiapannya untuk mendukung proses migrasi ini, baik dari sisi teknologi maupun infrastruktur layanan.
Selain keamanan yang lebih baik, e-SIM diharapkan memberikan pengalaman digital yang lebih fleksibel dan efisien. Masyarakat tidak perlu lagi datang ke gerai fisik untuk mengganti kartu SIM atau mendaftar nomor baru, karena semuanya dapat dilakukan secara online dengan proses yang lebih cepat dan terverifikasi.