Serangan udara Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran memicu kekhawatiran global, terutama terkait keberadaan 400 kilogram uranium yang diperkaya hingga 60 persen. Serangan akhir pekan lalu itu menargetkan tiga lokasi krusial: Fordow, Natanz, dan Isfahan, dilakukan oleh pesawat siluman B-2 Stealth Bomber.
Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, mendesak akses penuh bagi inspektur IAEA ke situs-situs nuklir Iran. Tujuannya adalah mengevaluasi kerusakan dan memeriksa cadangan material nuklir. Permintaan ini disampaikan dalam pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB pada hari Minggu, 22 Juni 2025.
Kekhawatiran utama berpusat pada 400 kg uranium yang diperkaya Iran hingga 60 persen. Kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 membatasi pengayaan uranium hanya di bawah 4 persen.
Sebelum serangan, sebuah laporan menyebutkan pemerintah Iran telah memindahkan uranium tersebut ke lokasi rahasia, berdasarkan informasi dari pejabat intelijen Israel.
Citra satelit menunjukkan kawah besar di Fordow, lokasi utama pengayaan uranium tingkat tinggi. Grossi menyatakan hal ini mengindikasikan penggunaan senjata penghancur bawah tanah, sesuai pernyataan pihak AS.
Namun, tingkat kerusakan bawah tanah akibat serangan belum dapat dipastikan oleh siapapun, termasuk IAEA. Kemungkinan besar, mesin sentrifugal sensitif untuk memperkaya uranium mengalami kerusakan parah.
IAEA mengingatkan bahaya serangan terhadap fasilitas nuklir, yang berpotensi melepaskan zat radioaktif atau bahan beracun berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Serangan bersenjata terhadap fasilitas nuklir tidak boleh dilakukan, karena dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi negara yang diserang dan negara tetangga.