Ibu Rumah Tangga Ambon Jadi Garda Depan Penghapusan Stigma HIV/AIDS

Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV) masih menghantui masyarakat, memicu diskriminasi yang memperburuk kondisi psikologis dan kesehatan mereka. Menyikapi tantangan ini, para dosen dan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Prof. Dr. J.A. Latumeten Ambon terjun langsung ke masyarakat.

Mereka menggelar program pengabdian masyarakat di Gereja Eden, Kudamati, Kota Ambon, dengan menyasar ibu rumah tangga (IRT) sebagai peserta utama. Langkah ini diambil karena IRT dianggap sebagai kunci dalam memberikan edukasi yang benar dan menghapus stigma terkait HIV/AIDS di lingkungan keluarga dan masyarakat.

"Ibu adalah figur sentral. Informasi yang tepat di tangan mereka akan menjadi dukungan besar bagi anggota keluarga yang hidup dengan HIV," ujar narasumber kegiatan.

Edukasi yang diberikan meliputi pemahaman tentang penularan HIV, pencegahan, perawatan luka, dan komunikasi efektif. Para peserta juga dibekali pengetahuan mengenai pentingnya dukungan keluarga dalam memastikan ODHIV menjalani pengobatan antiretroviral (ARV) secara teratur.

Data menunjukkan masih ada sekitar 500 ODHIV di Kota Ambon yang sempat berhenti pengobatan, termasuk 20 kasus di Kecamatan Nusaniwe. Ini mengindikasikan perlunya peningkatan dukungan sosial di tingkat keluarga dan komunitas.

"Mitos keliru seputar penularan HIV masih banyak beredar. Padahal, HIV hanya menular melalui darah, cairan kelamin, dan ASI dari ibu yang terinfeksi. Fakta ini harus terus disosialisasikan," tegasnya.

Kegiatan ini juga mengenalkan gejala umum HIV seperti demam berkepanjangan, sariawan, diare kronis, pembengkakan kelenjar getah bening, dan batuk terus-menerus. Informasi tentang ARV, obat gratis yang mampu menekan jumlah virus dan memungkinkan ODHIV hidup sehat, juga disampaikan.

Kerja sama dengan gereja dinilai strategis untuk menyampaikan pesan edukatif secara berkelanjutan. "Melalui mimbar gereja, pesan pencegahan dan perlakuan terhadap ODHIV dapat disampaikan secara rutin dan menyentuh hati jemaat," tambahnya.

Sayangnya, diskriminasi terhadap ODHIV masih sering terjadi, mulai dari penolakan layanan kesehatan hingga pengucilan sosial. Pentingnya peran keluarga dan masyarakat sebagai pelindung, bukan penyebab trauma baru, ditekankan dalam kegiatan ini.

"Penolakan keluarga akan memperburuk kondisi psikologis penderita dan berdampak langsung pada kesehatan mereka," ujarnya.

Kegiatan ini diharapkan mampu memberdayakan para IRT sebagai agen perubahan di lingkungannya, menyebarkan informasi yang benar, dan mendorong terciptanya komunitas yang inklusif dan bebas stigma terhadap HIV/AIDS.

Scroll to Top