Kematian Juliana Marins (27), turis asal Brasil yang terjatuh di jurang Gunung Rinjani, akhirnya terungkap. Hasil autopsi mengungkap fakta yang mengejutkan: Juliana meninggal bukan karena hipotermia seperti yang diduga sebelumnya, melainkan akibat luka parah dari benturan keras.
Jenazah Juliana berhasil dievakuasi pada Rabu, 25 Juni 2025, setelah sebelumnya terjatuh ke jurang sedalam 200 meter pada Sabtu, 21 Juni 2025. Proses evakuasi sempat terkendala oleh cuaca buruk dan jarak pandang yang terbatas.
Awalnya, Juliana sempat terekam masih hidup oleh drone pada Senin, 23 Juni 2025. Namun, sayangnya, ia ditemukan meninggal dunia di kedalaman 600 meter dari titik terakhir keberadaannya.
Luka Berat Akibat Benturan
Dokter forensik mengungkapkan bahwa autopsi menunjukkan adanya luka parah di sekujur tubuh Juliana akibat benturan keras.
"Kami menyimpulkan bahwa penyebab kematian adalah kekerasan tumpul yang mengakibatkan kerusakan organ dalam dan perdarahan," ujarnya.
Tulang belakang, dada bagian belakang, punggung, dan paha korban mengalami patah tulang yang menyebabkan kerusakan organ dan perdarahan hebat.
Hanya Bertahan 20 Menit
Juliana diperkirakan hanya mampu bertahan hidup selama sekitar 20 menit setelah terjatuh ke jurang.
Bantah Hipotermia
Dugaan bahwa Juliana meninggal karena hipotermia dibantah tegas. Tidak ditemukan tanda-tanda khas hipotermia, seperti luka kehitaman pada ujung-ujung jari.
Meskipun suhu di Gunung Rinjani memang dingin, kematian Juliana disebabkan oleh benturan benda keras yang merusak organ tubuhnya.
"Dari patah tulang inilah terjadi kerusakan pada organ dalam serta pendarahan," jelasnya. Hampir seluruh tubuh korban mengalami luka-luka, terutama luka lecet geser yang mengindikasikan tubuh bergesekan dengan benda-benda tumpul saat terjatuh. Bahkan, limpa korban tidak menunjukkan tanda-tanda mengkerut akibat hipotermia.