Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, telah memerintahkan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk menyusun rencana aksi menghadapi Iran. Langkah ini diambil untuk memastikan keunggulan udara Israel tetap terjaga dan setiap agresi dari Iran akan mendapatkan balasan setimpal.
Katz menegaskan bahwa rencana aksi tersebut meliputi pertahanan superioritas udara, pencegahan pengembangan program nuklir dan produksi rudal oleh Iran, serta pembalasan atas dukungan Iran terhadap aktivitas teror yang menargetkan Israel. Israel akan bertindak secara proaktif untuk menggagalkan ancaman-ancaman tersebut.
Eskalasi ketegangan di Timur Tengah mencapai puncaknya pada 13 Juni, ketika Israel melancarkan serangan skala besar terhadap Iran, menuduh negara tersebut menjalankan program nuklir militer secara diam-diam. Iran membalas dengan menyerang target militer di wilayah Israel. Iran membantah memiliki dimensi militer dalam program nuklirnya, klaim yang didukung oleh Badan Energi Atom Internasional yang menyatakan tidak menemukan bukti kepemilikan senjata nuklir oleh Teheran.
Pada 22 Juni, Amerika Serikat turut terlibat dengan menyerang tiga lokasi nuklir Iran, yaitu Natanz, Fordow, dan Isfahan. Sebagai respons, Iran melancarkan serangan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid milik AS di Qatar.
Presiden AS saat itu, Donald Trump, mengumumkan bahwa Israel dan Iran telah menyepakati gencatan senjata untuk mengakhiri konflik yang disebutnya "perang 12 hari". Trump juga mendesak kedua belah pihak untuk menghormati perjanjian gencatan senjata tersebut.