Ratusan Pengusaha Beras Terancam Jerat Hukum Akibat Kecurangan Massal

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melaporkan temuan praktik curang yang dilakukan ratusan pengusaha beras kepada Kapolri dan Jaksa Agung. Laporan ini menyusul terungkapnya indikasi kerugian konsumen yang mencapai angka fantastis, Rp99 triliun.

Investigasi mendalam yang melibatkan Kementerian Pertanian (Kementan), Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional, dan tim pengawas lainnya, menemukan fakta mencengangkan. Dari 268 merek beras yang diuji di 13 laboratorium yang tersebar di 10 provinsi, 212 merek terbukti bermasalah. Data Kementan menunjukkan bahwa mayoritas (85,56%) beras premium tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan, sebagian besar (59,78%) dijual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET), dan sebagian kecil (21%) memiliki berat yang tidak sesuai dengan yang tertera pada kemasan.

Mentan Amran dengan tegas menyatakan, "Sebanyak 212 merek beras dari total 268 merek yang diperiksa diketahui tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan HET yang ditetapkan pemerintah. Ini sangat merugikan masyarakat." Lebih lanjut, ia menambahkan, "Kami sudah telepon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Hari ini juga kami serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan."

Modus operandi kecurangan ini melibatkan praktik pengemasan ulang beras SPHP bersubsidi menjadi beras premium, yang kemudian dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi.

Anomali harga beras ini menjadi perhatian serius, terutama karena terjadi di tengah peningkatan produksi beras nasional. Proyeksi dari FAO menunjukkan bahwa produksi beras Indonesia pada 2025/2026 diperkirakan mencapai 35,6 juta ton, melampaui target nasional sebesar 32 juta ton.

"Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan," tegas Mentan Amran. Ia juga menambahkan bahwa potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun, karena beras SPHP yang seharusnya dijual sesuai ketentuan, ditemukan dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium dengan harga lebih mahal.

Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf memberikan ultimatum kepada seluruh pelaku usaha beras untuk segera melakukan klarifikasi dan penyesuaian terhadap produk mereka dalam waktu dua minggu. Jika tidak, Satgas Pangan akan mengambil langkah hukum tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sekretaris Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Sesjampidsus) Andi Herman menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap pelanggaran HET dan kualitas beras yang tidak sesuai, sebagai upaya memberikan efek jera dan memperbaiki tata kelola.

"Temuan ini merupakan peristiwa faktual yang melanggar berbagai regulasi, baik dari sisi mutu, harga, maupun distribusi pangan," ujarnya. Ia menambahkan bahwa praktik mark up dan pelanggaran integritas mutu serta berat produk merupakan pelanggaran hukum. Mengingat beras merupakan komoditas subsidi negara, kerugian yang ditimbulkan bersifat ganda, yaitu merugikan negara dan rakyat. Ia mendukung penegakan hukum yang tegas sebagai bentuk efek jera dan perbaikan tata kelola.

Scroll to Top