Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, tengah menghadapi gelombang tekanan politik yang signifikan. Ribuan demonstran turun ke jalanan Bangkok, menyerukan pengunduran dirinya setelah bocornya rekaman percakapan telepon kontroversial antara dirinya dan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.
Aksi unjuk rasa ini menandai demonstrasi anti-pemerintah terbesar sejak partai Pheu Thai yang dipimpin Paetongtarn berkuasa. Tekanan semakin meningkat di tengah upayanya memulihkan ekonomi yang lesu dan mempertahankan koalisi pemerintahan yang rapuh menjelang potensi mosi tidak percaya bulan depan.
Para demonstran, yang didukung oleh United Force of the Land, sebuah koalisi aktivis nasionalis, berkumpul di sekitar Victory Monument, sebuah simbol penting di Bangkok. Kelompok ini dikenal karena sejarah panjangnya dalam memprotes pemerintahan yang terkait dengan keluarga Shinawatra.
Meskipun protes sebelumnya belum langsung menggulingkan pemerintah, gerakan-gerakan serupa di masa lalu telah memicu intervensi hukum dan kudeta militer. Krisis politik saat ini berpotensi memperburuk pemulihan ekonomi Thailand yang tengah berjuang.
Paetongtarn menyatakan tidak khawatir dengan aksi protes tersebut dan telah memerintahkan aparat untuk memastikan demonstrasi berjalan damai. Namun, tantangan yang dihadapinya semakin kompleks setelah Partai Bhumjaithai menarik dukungan dari koalisi, mengutip kekhawatiran tentang hilangnya kedaulatan dan integritas Thailand akibat bocornya rekaman telepon.
Dalam percakapan tersebut, Paetongtarn terkesan mencoba menenangkan Hun Sen dan mengkritik seorang komandan militer Thailand, tindakan yang dianggap tabu mengingat pengaruh besar militer di negara tersebut. Ia telah menyampaikan permintaan maaf atas komentarnya.
Selain tekanan politik, Paetongtarn juga menghadapi penyelidikan hukum. Sekelompok senator telah mengajukan petisi kepada Mahkamah Konstitusi dan lembaga antikorupsi nasional untuk menyelidiki tindakannya terkait kasus rekaman telepon yang bocor. Keputusan dari salah satu lembaga ini dapat berujung pada pencopotan dirinya dari jabatan.
Situasi semakin rumit dengan kritik publik yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Hun Sen terhadap Paetongtarn dan keluarganya. Dalam pidato televisi, Hun Sen menyerukan perubahan pemerintahan di Thailand.
Kementerian Luar Negeri Thailand menyebut pidato Hun Sen sebagai hal yang "luar biasa", namun menegaskan bahwa Thailand lebih memilih jalur diplomasi untuk menyelesaikan perselisihan bilateral yang memanas.