Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah mengesahkan legalitas pengeboran sumur minyak rakyat yang sudah terlanjur beroperasi. Keputusan ini memungkinkan hasil produksi dari sumur-sumur tersebut dijual secara resmi ke PT Pertamina (Persero).
Sumur minyak rakyat, yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat setempat, seringkali merupakan sumur tua, termasuk peninggalan era kolonial Belanda, yang masih memiliki cadangan minyak signifikan. Sumur-sumur ini banyak ditemukan di Bojonegoro (Jawa Timur), Blora (Jawa Tengah), Musi Banyuasin (Sumatera Selatan), serta beberapa wilayah di Jambi dan Aceh. Produksi minyak dari sumur-sumur ini mencapai 15.000 hingga 20.000 barel per hari.
Legalitas ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, yang berlaku sejak 3 Juni 2025. Permen ini mengatur kerja sama pengelolaan wilayah kerja untuk meningkatkan produksi migas. Bahlil berpendapat bahwa legalisasi ini bertujuan untuk membantu masyarakat dan mencegah penjualan minyak ke pihak yang tidak bertanggung jawab.
Untuk mengawasi kegiatan ini, Kementerian ESDM membentuk Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) sebagai direktorat kelima di bawah ESDM. Ditjen ini akan bertugas mengawasi sumur rakyat dengan struktur organisasi yang mencakup Direktorat Penindakan, Direktorat Pencegahan, Direktorat Penyelesaian Sengketa, dan Penanganan Aset. Rilke Jeffri Huwae ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Penegakan Hukum pertama.
Keputusan ini segera menimbulkan polemik karena kompleksitas pengeboran minyak serta risiko keamanan dan lingkungan yang tinggi. Bahlil kemudian mengklarifikasi bahwa legalitas hanya diberikan kepada sumur-sumur yang sudah beroperasi sejak lama, bukan sumur baru.
Dia menekankan bahwa Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 hanya melegalkan sumur-sumur yang selama ini sudah berproduksi secara ilegal. Tujuan utama legalisasi ini adalah untuk menjaga lingkungan, memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dan meningkatkan produksi minyak nasional.
Sebagai gambaran, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) memiliki 7.721 titik sumur minyak yang dikelola oleh sekitar 231 ribu masyarakat. Dengan legalitas ini, diharapkan pengelolaan sumur minyak rakyat dapat dilakukan dengan lebih baik dan benar.