Indonesia kembali menorehkan prestasi di kancah global. Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia menduduki peringkat ke-4 sebagai negara produsen beras terbesar di dunia. Proyeksi produksi beras Indonesia pada periode 2025/2026 diperkirakan mencapai 35,6 juta ton.
Posisi puncak diduduki oleh India dengan proyeksi produksi 146,6 juta ton, diikuti China dengan 143 juta ton, dan Bangladesh dengan 40,7 juta ton. Meskipun berada di urutan keempat, Indonesia mencatatkan pertumbuhan produksi paling signifikan dibandingkan ketiga negara tersebut, yaitu sebesar 4,5%.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan apresiasinya atas pencapaian ini. Ia juga mengungkapkan bahwa stok beras di gudang Perum Bulog saat ini mencapai 4,2 juta ton, dengan penyerapan dari hasil panen petani sebesar 2,6 juta ton setara beras. Ia juga berterima kasih kepada seluruh penggilingan padi se-Indonesia atas kontribusinya dalam menjaga stok beras Bulog.
Meskipun demikian, tantangan tetap ada. Panen raya yang telah usai pada Maret dan April lalu diperkirakan akan menyebabkan penurunan produksi beras bulanan. Untuk mengantisipasi hal ini, pemerintah telah menyiapkan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang memadai.
Pemerintah juga mewaspadai potensi kenaikan harga gabah di tingkat petani akibat penurunan produksi. Oleh karena itu, pemerintah akan memanfaatkan stok Bulog yang ada untuk menjaga stabilitas harga.
Data menunjukkan bahwa rata-rata harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani per 26 Juni berada di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Menghadapi paruh kedua tahun 2025, pemerintah telah menyiapkan strategi intervensi perberasan secara masif. Strategi ini meliputi bantuan pangan beras kepada lebih dari 18 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras ke pasaran dengan target penyaluran maksimal 1,318 juta ton hingga akhir tahun. Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berupaya menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras demi kesejahteraan masyarakat.