Kepala Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, menyatakan bahwa Iran memiliki cadangan uranium yang cukup signifikan untuk memproduksi hingga sembilan senjata nuklir. Pernyataan ini muncul meskipun fasilitas nuklir Iran sempat diserang.
Grossi menjelaskan bahwa meskipun beberapa fasilitas penting Iran mengalami kerusakan akibat serangan tersebut, beberapa bagian masih berfungsi. Ia menambahkan, pengayaan uranium dapat segera dilanjutkan. Bahkan, ia memperkirakan proses tersebut dapat berjalan cepat, dalam hitungan bulan, dengan sentrifugal yang beroperasi untuk menghasilkan uranium yang diperkaya.
Grossi juga menyoroti persediaan uranium Iran yang telah diperkaya hingga 60%, hanya sedikit di bawah ambang batas yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir. Jika uranium tersebut dimurnikan lebih lanjut, secara teoritis persediaan tersebut cukup untuk menghasilkan lebih dari sembilan bom nuklir. Namun, ia mengakui masih ada ketidakpastian mengenai kondisi bahan uranium tersebut setelah serangan, termasuk kemungkinan pemindahan atau penghancuran sebagian dari persediaan tersebut.
Pernyataan Grossi ini muncul setelah klaim Presiden AS Donald Trump bahwa serangan militer yang dilancarkan berhasil menghambat program nuklir Iran untuk jangka waktu yang lama.
Di sisi lain, pemerintahan Trump dilaporkan mempertimbangkan pemberian insentif ekonomi kepada Iran sebagai imbalan atas penghentian peningkatan uranium dalam beberapa hari terakhir. Proposal sementara tersebut juga akan memungkinkan Iran menerima bantuan dari negara-negara regional untuk membangun program nuklir sipil, memberikan Teheran akses hingga US$30 miliar.
Kesepakatan potensial ini akan menandai perubahan besar dalam kebijakan Presiden Trump, yang sebelumnya menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir dengan Iran pada tahun 2018. Namun, belum jelas apakah proposal keuangan atau negosiasi apa pun antara AS dan Iran akan berlanjut. Trump sendiri membantah kabar tersebut dan menyebutnya sebagai berita palsu.