Pekan ini menjadi angin segar bagi Rupiah, berhasil mencatatkan kinerja impresif terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) dan hampir menembus level psikologis Rp 16.100/US$. Penguatan Rupiah didorong oleh melemahnya Dolar AS dan sentimen global yang membaik.
Dalam periode point-to-point, Rupiah melesat 1,11%. Pada perdagangan Kamis (26 Juni 2025), Rupiah menguat 0,53% ke level Rp 16.199/US$. Sepanjang pekan ini, Rupiah hanya sekali mengalami pelemahan pada hari Senin.
Di antara mata uang Asia lainnya, Rupiah menduduki posisi kedua terbaik setelah Rupee India. Secara umum, mata uang Asia berhasil mengalahkan Dolar AS pada pekan ini.
Kekompakan mata uang Asia dalam menguat terhadap Dolar AS tercermin dari indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan Dolar AS terhadap mata uang utama dunia.
Indeks DXY memang mengalami kenaikan tipis sebesar 0,11% ke 97,25. Namun, jika dilihat sejak 13 Juni, DXY cenderung menunjukkan tren penurunan. Sejak 13 Juni hingga kemarin, DXY telah merosot 11,55%.
Penyebab utama merananya Dolar AS adalah situasi fiskal negara yang lebih luas, termasuk tingkat inflasi, hubungan perdagangan, utang, dan defisit perdagangan. Beberapa ahli berpendapat bahwa ketidakpastian ekonomi telah merusak reputasi AS sebagai tempat berlindung yang aman.
Membaiknya situasi global, terutama di Timur Tengah dengan berlakunya perjanjian gencatan senjata antara Iran dan Israel, juga turut membebani Dolar AS dan mendukung mata uang Asia, termasuk Rupiah.
Investor saat ini menantikan data inflasi konsumsi personal (Personal Consumption Expenditure/PCE). Laporan terbaru menunjukkan bahwa pendapatan dan belanja konsumen mengalami kontraksi sebesar 0,1% (mtm) pada bulan Mei.
Meskipun tarif belum berdampak signifikan pada pertumbuhan harga, inflasi PCE masih berada di atas target tahunan 2% yang ditetapkan oleh The Fed. Inflasi PCE mencapai 2,3% (yoy), sementara PCE inti berada di 2,7% (yoy) pada bulan Mei 2025.
Sentimen konsumen juga menunjukkan perbaikan pada bulan Juni, naik menjadi 60,7 dari 52,2 pada bulan Mei.
Pasar keuangan kini memperkirakan peluang sebesar 76% bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas suku bunga untuk pertama kalinya tahun ini pada bulan September. Sementara itu, proyeksi FedWatch dari CME menunjukkan kemungkinan pemangkasan suku bunga terjadi secepatnya pada bulan Juli hanya sebesar 19%.
Menurut analis, Dolar AS saat ini sedang dalam tren penurunan akibat dampak penurunan Fed Funds Rate (FFR) dan ekspektasi perlambatan ekonomi AS.