Pemerintah Provinsi Bali mengambil langkah tegas dengan melarang produksi dan penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) plastik berukuran kurang dari satu liter. Keputusan ini tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 dan merupakan bagian dari upaya serius mengatasi masalah sampah di pulau dewata.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi timbunan limbah plastik, yang saat ini menyumbang sekitar 17% dari total 3.500 ton sampah harian di Bali. Gubernur Bali, I Wayan Koster, menekankan bahwa konsep isi ulang (refill) adalah solusi utama, mendorong masyarakat untuk beralih dari kemasan sekali pakai.
"Produksi, distribusi, hingga penjualan AMDK di bawah 1 liter tidak diperkenankan, karena kita mengedepankan konsep isi ulang," ujar Koster.
Dengan kapasitas tempat pembuangan akhir (TPA) yang sudah hampir penuh, pengurangan sampah plastik dianggap krusial. Langkah ini diharapkan dapat memotivasi pelaku usaha untuk lebih memperhatikan kelestarian lingkungan. Gubernur Koster mengajak semua pihak untuk aktif menjaga kebersihan Bali dari sampah plastik.
Produsen air minum didorong untuk berinovasi dalam pengemasan. Koster mencontohkan penggunaan botol kaca yang telah diterapkan oleh beberapa produsen lokal di Karangasem dan Balian.
"Silakan terus berproduksi, tetapi jangan sampai merusak lingkungan. Ganti plastik dengan kemasan seperti botol kaca, itu jauh lebih baik," katanya.
Untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini, Koster akan mengundang berbagai pemangku kepentingan, termasuk PDAM, perusahaan swasta, dan perusahaan besar seperti Danone. Sosialisasi menyeluruh akan dilakukan agar semua produsen memahami aturan yang berlaku.
Koster menegaskan bahwa air minum dalam kemasan kecil seperti botol dan gelas plastik tidak lagi diizinkan. Namun, air dalam kemasan galon masih diperbolehkan sebagai bagian dari upaya pengurangan sampah plastik.