Kabar mengejutkan datang dari dunia penelitian. Para ilmuwan di Tiongkok baru saja mengungkap keberadaan puluhan virus baru yang belum pernah teridentifikasi sebelumnya pada kelelawar yang hidup di sekitar area permukiman manusia. Temuan ini, yang dipublikasikan dalam jurnal PLOS Pathogens pada 24 Juni 2025, menyoroti pentingnya pengawasan terhadap hewan liar, terutama kelelawar, yang berinteraksi dekat dengan manusia, serta upaya untuk meminimalkan kontak langsung dengan mereka.
Kelelawar memang dikenal sebagai reservoir alami bagi berbagai patogen yang berpotensi menular ke manusia. Studi sebelumnya seringkali berfokus pada sampel kotoran kelelawar, namun metode ini hanya mengungkap virus yang dikeluarkan melalui feses. Penelitian terbaru ini mengambil pendekatan berbeda dengan menganalisis sampel ginjal dari 142 kelelawar dari 10 spesies berbeda di Provinsi Yunnan.
Hasil analisis genetik mengungkapkan adanya 22 jenis virus, dengan 20 di antaranya merupakan jenis yang sama sekali baru. Selain itu, tim peneliti juga menemukan satu jenis parasit protozoa baru dan dua jenis bakteri, termasuk satu spesies baru dalam dunia sains.
Mengapa ginjal? Para peneliti menjelaskan bahwa ginjal berperan penting dalam ekskresi virus melalui urin. Urin kelelawar berpotensi menjadi salah satu jalur penularan virus ke manusia. Contohnya, penyebaran awal virus Nipah terjadi ketika kelelawar buang air kecil di wadah penampung getah pohon kurma.
Yang lebih mengkhawatirkan, dua dari virus baru yang ditemukan memiliki kemiripan dengan virus Nipah dan Hendra, dua patogen mematikan yang dapat menyebabkan peradangan otak dan gangguan pernapasan serius.
Meskipun demikian, para ilmuwan menekankan bahwa saat ini belum ada alasan untuk panik. Virus-virus ini belum ditemukan pada manusia dan belum ada bukti bahwa mereka dapat menginfeksi manusia. Namun, potensi bahaya tetap ada, terutama karena kelelawar dalam studi ini tinggal dekat kebun buah yang juga dekat dengan perkampungan. Buah yang terkontaminasi berisiko menularkan patogen ke hewan ternak atau manusia.
Para ilmuwan menegaskan pentingnya pemantauan rutin terhadap hewan liar seperti kelelawar, serta pengawasan ketat terhadap masyarakat yang tinggal berdekatan dengan habitat hewan tersebut. Langkah ini krusial untuk mendeteksi potensi wabah sejak dini sebelum menyebar luas.
"Antarmuka antara manusia dan hewan yang semakin terbuka inilah yang sering memicu pandemi," tegas para peneliti. "Pandemi selalu berkaitan dengan bagaimana manusia mengganggu keseimbangan alam. Pengawasan yang lebih baik adalah kunci utama."