Pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat dikabarkan sedang menyusun strategi untuk menghalangi langkah Zohran Mamdani, kandidat wali kota New York dari Partai Demokrat. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengancam pencabutan status kewarganegaraan Mamdani.
Karoline Leavitt, Sekretaris Pers Gedung Putih, menyatakan bahwa pemerintah AS akan membuka penyelidikan terhadap Mamdani jika terbukti mengancam New York dengan mendukung terorisme. Tuduhan ini pertama kali dilontarkan oleh Andy Ogles, anggota DPR dari Partai Republik.
Leavitt menanggapi tudingan Ogles dengan menyatakan bahwa klaim tersebut perlu diselidiki jika memang benar adanya.
Ogles, dalam surat terbuka kepada Jaksa Agung Pam Bondi, menuduh Mamdani memperoleh kewarganegaraan AS melalui kebohongan, dengan menyembunyikan dukungannya terhadap aksi terorisme. Bukti yang diajukan adalah lagu rap Mamdani yang berjudul "my love to the Holy Land five," yang menyebut anggota yayasan pendukung Hamas sebagai "orang-orang saya." Selain itu, Ogles juga menyoroti penolakan Mamdani untuk mengutuk frasa "globalize the Intifada."
Ogles bahkan menyebut Mamdani sebagai seorang "antisemit, sosialis, komunis" yang akan menghancurkan New York, dan menyerukan agar Mamdani dideportasi.
Departemen Kehakiman telah mengonfirmasi penerimaan surat dari Ogles, tetapi belum memberikan komentar lebih lanjut.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa Departemen Kehakiman telah mengeluarkan memo yang memerintahkan pencabutan kewarganegaraan bagi individu yang dinaturalisasi jika melakukan tindak pidana di AS.
Memo tertanggal 11 Juni tersebut menginstruksikan pengacara Departemen Kehakiman untuk mencabut kewarganegaraan AS seseorang jika diperoleh secara ilegal atau melalui penyembunyian fakta penting atau pernyataan palsu yang disengaja.
Kebijakan denaturalisasi ini akan difokuskan pada mereka yang terlibat dalam kejahatan perang, pembunuhan di luar hukum, atau pelanggaran hak asasi manusia lainnya, serta penjahat yang dinaturalisasi, anggota geng, atau individu yang dihukum karena kejahatan yang mengancam AS.
Memo tersebut memberikan keleluasaan kepada pengacara Departemen Kehakiman untuk memutuskan kapan melakukan denaturalisasi, termasuk terhadap mereka yang berbohong saat mengisi formulir imigrasi.