Minyak sawit terus memantapkan posisinya sebagai komoditas strategis global. Permintaan yang terus meningkat untuk berbagai keperluan, mulai dari pangan hingga energi, menjadikan sawit sebagai penyumbang utama kebutuhan minyak nabati dunia, dengan kontribusi lebih dari 40% dari total kebutuhan. Produksi global saat ini mencapai sekitar 100 juta ton per tahun.
Sebagai produsen sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran krusial. Dengan lahan perkebunan sawit yang luasnya mencapai lebih dari 16,8 juta hektar, Indonesia menyuplai lebih dari separuh kebutuhan minyak sawit global. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam perdagangan dan pemenuhan kebutuhan minyak nabati dunia.
Kenaikan harga minyak sawit di pasar global, yang saat ini berada di kisaran US$ 1100 per ton, memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Devisa negara dari sektor ini pada tahun 2024 mencapai US$ 88,1 juta, atau sekitar Rp 660 triliun, dan tren ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
Perkembangan pesat perkebunan sawit di Indonesia sejak tahun 1980-an telah memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian masyarakat, terutama melalui kemitraan antara perusahaan perkebunan, BUMN, dan petani sawit. Pola kemitraan ini terbukti efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai daerah.
Namun, industri sawit Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait dengan kebijakan perizinan lahan dan kepastian berusaha. Ketidakpastian hukum seringkali menjadi penghambat bagi pertumbuhan perkebunan sawit berkelanjutan.
Kebijakan pemerintah untuk menertibkan kawasan hutan dan menindak perkebunan sawit ilegal merupakan langkah penting untuk menciptakan kepastian hukum di sektor ini. Melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), pemerintah berupaya menertibkan perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan melalui penyitaan lahan oleh Kejaksaan Agung RI. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi pengembangan perkebunan sawit yang berkelanjutan.