Praktik pembagian kuota internet oleh operator seluler di Indonesia kembali menjadi sorotan. Ekonom melihat adanya pola yang disebut shrouded attributes dalam penjualan kuota internet dan telepon, yang berpotensi merugikan konsumen.
Sorotan ini muncul setelah ramainya perbincangan tentang kuota internet yang hangus sia-sia. Data menunjukkan bahwa puluhan triliun rupiah nilai kuota internet prabayar terbuang percuma setiap tahunnya karena tidak terpakai.
Praktik pembagian kuota internet seringkali mengandung ketidakjelasan informasi. Konsumen tertarik dengan iming-iming kuota besar, namun pada kenyataannya penggunaannya sangat terbatas karena dibagi-bagi berdasarkan waktu, aplikasi tertentu, atau jaringan tertentu, tanpa informasi yang transparan.
Shrouded attributes adalah strategi bisnis di mana fitur penting disembunyikan untuk menciptakan ilusi nilai yang lebih tinggi. Operator seolah-olah menawarkan kuota besar, tetapi dengan berbagai batasan tersembunyi yang membuat konsumen tidak memiliki kendali penuh atas penggunaan kuotanya.
Situasi ini diperparah dengan sistem hangusnya kuota yang belum terpakai dalam periode aktif tertentu. Konsumen tetap membayar penuh, meskipun sebagian kuota tidak digunakan sama sekali. Hal ini menguntungkan operator, yang bisa mengakumulasi pendapatan tanpa kewajiban mengembalikan nilai kuota yang tidak terpakai. Keuntungan ini disebut sebagai rente informasi, yang diperoleh dari ketidakseimbangan informasi, bukan dari efisiensi atau peningkatan layanan.
Praktik seperti ini berisiko menurunkan kepercayaan publik terhadap industri telekomunikasi. Ketidaktransparanan dan kuota yang mudah hangus dapat mengurangi loyalitas pelanggan, memicu sentimen negatif terhadap layanan digital, dan menghambat inklusi digital, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kepercayaan adalah fondasi ekosistem digital.
Regulator didesak untuk menetapkan standar minimum transparansi dalam penjualan paket data. Penjelasan yang jelas dan tidak ambigu mengenai pembagian kuota, kewajiban rollover atau kompensasi untuk kuota yang tidak terpakai sangat diperlukan. Pembatasan kuota berdasarkan waktu atau aplikasi juga perlu ditinjau ulang. Regulator harus menyeimbangkan kekuatan pasar dan melindungi hak konsumen digital.
Beberapa negara telah menerapkan praktik terbaik yang bisa diadopsi di Indonesia. Di Amerika Serikat, ada sistem rollover data. Google Fi menggunakan model pay-per-use, di mana pelanggan hanya membayar sesuai data yang digunakan. Di Asia Tenggara, ada paket data tanpa batas waktu. Model-model ini realistis diterapkan di Indonesia.
Tantangan utamanya adalah resistensi dari operator besar. Namun, dengan tekanan publik dan komitmen regulasi yang kuat, sistem yang lebih adil dan transparan dapat diterapkan secara bertahap. Hal ini akan membuat konsumen merasa lebih dihargai dan industri dapat tumbuh secara berkelanjutan.