Kasus Leptospirosis di Gunungkidul Menurun, Kewaspadaan Tetap Ditingkatkan

Dinas Kesehatan Gunungkidul mencatat adanya sembilan kasus leptospirosis hingga akhir Juni 2025. Walaupun ada temuan kasus, belum ada laporan mengenai korban jiwa akibat penyakit ini.

Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Ismono, menyampaikan bahwa terjadi tren penurunan kasus leptospirosis. Pada semester pertama 2025, ada delapan warga yang terjangkit. Mayoritas korban adalah petani.

Penyebaran penyakit ini sangat terkait dengan kebersihan lingkungan, terutama karena kontaminasi air kencing tikus. Gejala penyakit ini meliputi demam, pusing, mata merah, dan nyeri pada luka.

Saat ini, tidak ada pasien leptospirosis yang meninggal dunia. Walaupun demikian, penyakit ini tidak boleh dianggap remeh karena dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti gagal ginjal jika tidak ditangani serius.

Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dan Zoonosis, Yuyun Ika Pratiwi, menjelaskan bahwa penyebaran leptospirosis menunjukkan tren penurunan. Pada tahun 2022, tercatat 34 kasus dengan lima kematian. Tahun berikutnya, ada 84 kasus dengan empat kematian. Namun, pada tahun 2024, jumlah kasus menurun drastis menjadi 29 kasus tanpa korban jiwa.

Penurunan kasus dan angka kematian ini terjadi karena optimalisasi layanan di setiap puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya. Seluruh fasilitas kesehatan sudah mampu melakukan deteksi dini dan pengobatan langsung terhadap pasien yang diduga terjangkit leptospirosis.

Dengan penanganan sejak awal, angka kematian dapat ditekan. Hingga saat ini, belum ada korban jiwa akibat leptospirosis.

Yuyun mengimbau seluruh fasilitas kesehatan di Gunungkidul untuk meningkatkan kesadaran terhadap gejala, tanda, dan diagnosis leptospirosis. Hal ini penting untuk deteksi dini agar penanganan dapat dilakukan dengan cepat dan efektif.

Scroll to Top